Salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam shaum adalah makan sahur. Dari Anas bin Malik z bahwasanya Rasulullah ﷺ telah bersabda, “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Waktu sahur adalah pada sepertiga malam yang terakhir. Saat tersebut juga sangat tepat untuk melakukan shalat tahajud, shalat witir, dan memperbanyak istighfar.
Pada bulan Ramadhan, di tengah masyarakat kita biasanya beredar luas jadwal imsakiyah. Jadwal tersebut memuat keterangan waktu shalat lima waktu, plus waktu imsak dan waktu terbitnya matahari. Waktu imsak adalah waktu jeda antara selesainya makan sahur dan dikumandangkannya adzan Shubuh. Biasanya waktu imsak adalah antara 10 sampai 15 menit sebelum adzan Shubuh.
BACA JUGA: Shiyam Ramadhan Dan Dharuriyah Khamsah
Sejak lama banyak umat Islam di tanah air meyakini keharaman makan dan minum pada saat waktu imsak telah tiba. Bagaimana sebenarnya status dan hukum imsak dalam kajian para ulama fikih? Ternyata di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat dalam masalah waktu imsak.
PENDAPAT PERTAMA
Sebagian ulama kontemporer menyatakan tradisi waktu imsak yang biasa berlaku di masyarakat adalah perkara bid’ah. Ia tidak memiliki sandaran dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi ﷺ. Bahkan ia menyelisihi dalil yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi ﷺ. Makan dan minum sahur itu boleh dilakukan sampai terbitnya fajar shadiq yang menandai masuknya waktu shalat Shubuh.
Di antara ulama kontemporer yang berpendapat demikian adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan Muhammad ﷺashiruddin Al-Albani. (Fatawa Arkanil Islam, hlm. 482)
Dasar argumentasi mereka adalah firman Allah, “Makan dan minumlah kalian sehingga menjadi terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 187)
Dalil lainnya adalah hadits dari Aisyah bahwasanya Bilal bin Rabah z biasa mengumandangkan adzan di waktu malam. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, “Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan. Sebab, dia tidak mengumandangkan adzan hingga terbit fajar.” (HR. Bukhari no. 1918, 1919 dan Muslim no. 1902)
Juga hadits dari Samurah bin Jundab z bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah makan sahur kalian terhalang oleh adzan Bilal (di waktu malam), jangan pula oleh fajar yang memanjang di ufuk (fajar kadzib), sampai muncul fajar yang menyebar di ufuk (fajar shadiq).” (HR. Muslim no. 1904 dan Tirmidzi no. 706, dengan lafal Tirmidzi)
PENDAPAT KEDUA
Makan dan minum sahur boleh dilakukan sampai setelah waktu terbit fajar shadiq, yaitu sampai jelas waktu pagi hari dari waktu malam. Di antara ulama salaf yang berpendapat demikian adalah Hudzaifah bin Yaman, Al-A’masy, dan Abu Bakar bin Ayash. (Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, IV/171-172)
Seorang ulama kontemporer, Syaikh Muhammad ﷺashiruddin Al-Albani, bahkan berpendapat jika seseorang sedang makan sahur, lalu terbit fajar shadiq dan dikumandangkan adzan Shubuh, maka ia tetap boleh menghabiskan makanan sahur tersebut. (Tamamul Minnah, hlm. 417-418)
Dasar argumentasi mereka adalah hadits dari Abu Hurairah z bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar adzan, sementara di tangannya masih ada piring berisi makanan, janganlah ia meletakkan piring tersebut hingga ia selesai memakannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim)
Dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Hazm, perawi hadits ini Ammar bin Abi Ammar menambahkan, “Para muadzin pada zaman itu mengumandangkan adzan saat fajar telah terbit.”
Juga hadits dari Hudzaifah bin Yaman z, ia berkata:
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ وَاَللَّهِ النَّهَارُ غَيْرَ أَنَّ الشَّمْسَ لَمْ تَطْلُعْ “
“Kami makan sahur bersama Rasulullah ﷺ, demi Allah, di waktu pagi saat telah terang, hanyasaja matahari belum terbit.” (HR. Sa’id bin Manshur, At-Thahawi, Ibnu Abi Syaibah, dan Abdurrazzaq)
PENDAPAT KETIGA
Banyak ulama fikih dari keempat madzhab berpendapat bahwa waktu imsak adalah langkah kehati-hatian agar tidak makan dan minum saat telah terbit fajar shadiq. Hal itu bukan bid’ah, karena pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.
Zaid bin Tsabit z berkata, “Kami makan sahur bersama Nabi ﷺ, lalu beliau mengerjakan shalat Shubuh.” Anas bin Malik bertanya kepada Zaid bin Tsabit, “Berapa jeda waktu antara adzan dan makan sahur?” Zaid menjawab, “Selama kurang lebih membaca 50 ayat.” (HR. Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097)
Dalam lafal yang lebih tegas, Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu meriwayatkan:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سُحُورِهِمَا، قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ فَصَلَّى”، فَقُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سُحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلَاةِ ؟ قَالَ: “كَانَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ رَجُلٌ خَمْسِينَ آيَةً.”
“Bahwa Rasulullah ﷺ dan Zaid bin Tsabit makan sahur bersama. Setelah selesai makan sahur, beliau mengerjakan shalat Shubuh.”
Qatadah bertanya kepada Anas bin Malik, “Berapa lama jeda waktu antara selesai makan sahur dan melaksanakan shalat Shubuh?”
Anas menjawab, “Kurang lebih selama seseorang membaca 50 ayat.” (HR. Bukhari no. 1134 dan Ahmad no. 12739)
TARJIH
Dari pemaparan dalil-dali syar’i dan pendapat para ulama fikih tersebut, bisa ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, seluruh ulama Islam telah sepakat bahwa boleh makan dan minum sahur sampai saat terbitnya fajar shadiq (tanda masuknya waktu Shubuh). Hal itu berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih. (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, VI/312)
Kedua, boleh makan dan minum sahur selama waktu imsak, selama belum terbit fajar shadiq. Hal itu berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih. Larangan makan dan minum sahur pada waktu imsak adalah pendapat yang keliru dan menyelisihi dalil syar’i.
Ketiga, waktu imsak itu sangat perlu dan pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ. Fungsinya sebagai waktu mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk shalat Shubuh. Seperti buang air besar atau air kecil dan bersiwak, berwudhu, berjalan kaki dengan tenang ke masjid, meraih shaf awal, dan melaksanakan shalat sunnah qabliyah sebelum Shubuh.
Tanpa jeda imsak, seseorang bisa kehilangan berbagai amalan sunnah yang sangat ditekankan tersebut.
Keempat, hadits Hudzaifah dan Abu Hurairah mengesankan boleh makan dan minum sahur setelah adzan Shubuh. Imam Al-Baihaqi dan An-Nawawi mengutip dari para ulama bahwa kedua hadits tersebut dibawa pada pengertian makan dan minum sahur setelah adzan pertama, yaitu adzan malam sebelum terbit fajar shadiq.
Dengan demikian, makna kedua hadits tersebut selaras dengan makna ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih lainnya tentang makan sahur. Wallahu a’lam [ ]
Referensi:
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Al-Mughni Syarh Mukhtashar Al-Khiraqi, Kairo: Dar Hajr, cet. 2, 1412 H.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet. 1, 1410 H.
Yahya bi Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, Beirut; Darul Fikr, cet. 1, 1417 H.
Muhammad ﷺashiruddin Al-Albani, Tamamul Minnah fit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah, Beirut: Darur Rayah, cet. 2, 1408 H.
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fatawa Arkanul Islam, Kairo: Ad-Dar Al-Mishriyah As-Sau’idyah, cet. 1, 1425 H.