Urgensi dan Keutamaan Ilmu
(Bagian 1)
Di dalam Al-Qur’an, Allah banyak menyebutkan tentang urgensi dan keutamaan ilmu bagi pemiliknya.
Nash-nash ini sudah banyak sekali dikaji oleh para ulama.
Namun pada kesempatan kali ini, izinkan kami menulis urgensi ilmu dari sudut pandang kisah-kisah dalam Al-Qur’an.
Setidaknya ada empat kisah yang ingin kami sampaikan.
Kisah pertama ialah kisah perjalanan menuntut ilmu yang dilakukan oleh Nabi Musa kepada Sang Guru, Khadhir; seorang shalih yang memiliki ilmu ‘lain’ yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa ‘alaihis salam.
Sebagaimana kita tahu bahwa awal mula kisah Nabi Musa menuntut ilmu ialah sebuah tanya yang dilontarkan oleh salah seorang dari Bani Isra’il kepada beliau, “Siapakah orang yang paling berilmu?”
Nabi Musa menjawab, “Aku.”
Mendengar jawaban Musa, Allah pun langsung menegurnya karena tidak menisbatkan ilmu kepada-Nya.
Allah juga memberitahukan bahwa ada orang yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Musa.
Mendengar ada orang yang lebih berilmu darinya, maka Nabi Musa pun bergegas membawa perbekalan dan mengambil satu orang pemuda yang bernama Yusya’ bin Nun untuk membersamai perjalanan menuntut ilmunya.
Kisah menakjubkan ini bahkan diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surat Al-Kahfi ayat 60 sampai ayat 82.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad ath-Thahir bin Asyur ketika menulis pernyataan berikut dalam kitab tafsirnya, at-Tahrir wat Tanwir (19/ 234).
Syaikh Ibnu Asyur berkata,
ففي قصة من قصص القرآن علم وعبرة وأسوة
“Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an mengandung ilmu, pelajaran dan juga teladan.”
Pun demikian dengan kisah Nabi Musa yang belajar kepada Khadhir; ada ilmu, pelajaran dan juga teladan.
Baca: Menjaga Akal dengan Ilmu
Kisah perjalanan Nabi Musa melakukan rihlah menuntut ilmu dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 ini mengajarkan banyak hal.
Di antaranya: Anjuran untuk mencari tambahan ilmu, menguatkan jiwa ketika berniat untuk melakukan rihlah menuntut ilmu, urgensi sifat rahmah yang hendaknya dimiliki oleh seorang mu’allim (guru/ pengajar/ pendidik), beradab yang baik, tidak mencukupkan diri dengan ilmu yang dimiliki, ketawadhuan yang harus dimiliki si penuntut ilmu ketika hendak belajar, mengakui kejahilan diri dan kealiman sang guru, orang yang tinggi ilmunya seharusnya sudah tidak memiliki kesombongan untuk belajar kepada orang yang lebih mahir darinya -dalam ilmu-ilmu yang tidak dikuasainya, tidak hanya mencukupkan diri dengan membaca buku saja -tanpa bimbingan guru, urgensi sabar dalam belajar, dan lain sebagainya.
InsyaAllah kita akan mengkaji ayat-ayat tentang perjalanan Nabi Musa dalam menuntut ilmu tersebut.
Sekali lagi insyaAllah jika Allah memberi kesempatan dan kemudahan setidaknya ada 80-an faidah yang akan bisa diambil darinya.
Kisah Nabi Musa menegaskan fakta penting bahwa Nabi Musa ialah potret dari penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh dan memiliki adab yang begitu tinggi kepada Sang Guru.
Sebuah teladan yang patut kita tiru, sekalipun kita sudah memiliki kapabilitas ilmu tertentu, dan juga senioritas.
Hal yang tak kalah penting, faidah berharga yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 menunjukkan tentang urgensi dan keutamaan Ilmu itu sendiri.
Bagaimana tidak?
Musa adalah seorang Nabi, dan juga seorang Rasul, bahkan termasuk salah seorang Rasul Ulul Azmi, namun hal itu tidak mengurangi semangat beliau untuk berburu ilmu baru.
Di samping itu, beliau juga memiliki umat yang harus dibimbing dan ditunjukkan ke jalan yang lurus, sekalipun demikian beliau rela sejenak meninggalkan pengajaran demi mendapat tambahan ilmu.
Dari sini, menarik sekali jika kita membaca pemaparan Syaikh as-Sa’di ketika menyebutkan berbagai pelajaran yang bisa diambil dari kisah Nabi Musa menuntut ilmu dalam buku tafsirnya.
Salah satunya ialah pelajaran tentang urgensi dan keutamaan ilmu serta keutamaan rihlah untuk menuntut ilmu.
Syaikh as-Sa’di menyebutkan hal ini pada poin pertama, beliau menulis:
وفي هذه القصة العجيبة الجليلة من الفوائد والأحكام والقوائد شئ كثير، ننبه على بعضه بعون الله، فمنها: فضيلة العلم والرحلة في طلبه، وأنه أهم الأمور، فإن موسى عليه السلام رحل مسافة طويلة ولقي النصب في طلبه، وترك القعود عند بني إسرائيل لتعليمهم وإرشادهم، واختار السفر لزيادة العلم على ذالك
“Di dalam kisah yang menakjubkan lagi mulia ini terdapat banyak faidah, hukum dan kaidah.
Kami akan menyebutkan sebagiannya.
Di antaranya, kisah ini menunjukkan keutamaan ilmu dan melakukan perjalanan untuk mencarinya.
Bahwasanya menuntut ilmu merupakan perkara yang terpenting.
Nabi Musa ‘alaihis salam telah menempuh perjalanan dengan jarak tempuh yang jauh dan mengalami keletihan dalam mencarinya.
Beliau juga meninggalkan sejenak bimbingan dan pengajaran yang beliau berikan kepada Bani Israil.
Di samping beliau juga memilih melakukan perjalan untuk menambah ilmunya daripada mengajar.”
Dengan demikian, kisah Nabi Musa yang belajar kepada Khadhir menjadi dalil tentang urgensi ilmu.
Sebab, hal yang mendorong Nabi Musa melakukan perjalanan bahkan sampai kelelahan ialah karena ingin mencari tambahan ilmu.
Adakah dari kita yang bisa meniru semangat dan militansi Nabi Musa untuk mendapatkan ilmu yang belum diketahui dan dikuasainya?
Wallahul muwaffiq
Akhukum fillah,
Ibnu Abdil Bari عفا الله عنه
Penikmat Kisah Qur’ani