Situasi pandemi corona yang melanda dunia, dan telah memasuki berbagai daerah di Indonesia telah mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai tata cara mengurus jenazah yang meninggal akibat virus corona Covid-19.
Tata cara pengurusan jenazah ini tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7. Fatwa ini bisa menjadi pedoman masyarakat muslim Indonesia mengurus jenazah Covid-19 sesuai ajaran Islam dengan tetap memperhatikan keselamatan masyarakat sekitar.
Adapun fatwa MUI tentang pengurusan jenazah Covid-19 berbunyi sebagai berikut:
“Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menyalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar covid-19“.
Majelis Ulama Indonesia juga telah merilis pedoman mengurusi jenazah covid-19 seperti langkah memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan.
Tata Cara Memandikan Jenazah Covid-19
Tata cara memandikan jenazah seorang muslim atau muslimah yang meninggal akibat virus covid-19 tidak disamakan dengan jenazah muslim yang meninggal oleh jenis penyakit lainnya.
Hal itu karena secara medis telah terbukti virus covid-19 menular dengan sangat cepat dari fisik pasien kepada para dokter, perawat dan orang-orang yang terlibat kontak fisik dengan pasien.
Sebagai tindakan pencegahan, cara memandikan jenazah pasien corona harus mengindahkan ketentuan-ketentuan medis, selain tetap terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum syariat Islam.
Fatwa MUI menjelaskan bahwa tata cara memandikan jenazah pasien corona adalah sebagaimana berikut:
- Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
- Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan atau dikafani.
- Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan.
- Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.
- Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.
- Jika pertimbangan ahli medis yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah yaitu dengan cara:
- Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah minimal sampai pergelangan dengan debu.
b. Untuk kepentingan perlindungan diri saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD. - Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan darurat syar’iyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Baca juga: Menguji Kesimpulan Corona belum Termasuk Wabah
Tata Cara Mengafani Jenazah Covid-19
Tata cara mengafani jenazah seorang muslim atau muslimah yang meninggal akibat virus covid-19 tidak disamakan dengan jenazah muslim yang meninggal oleh jenis penyakit lainnya.
Sebagai tindakan pencegahan, cara mengafani jenazah pasien corona harus mengindahkan ketentuan-ketentuan medis, selain tetap terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum syariat Islam. Fatwa MUI menjelaskan bahwa tata cara mengafani jenazah pasien corona adalah sebagaimana berikut:
- Setelah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena keadaan darurat syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
- Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
- Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Tata Cara Menyalatkan Jenazah Covid-19
Fatwa MUI menjelaskan bahwa tata cara menyalatkan jenazah pasien corona adalah sebagaimana berikut:
- Disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani.
- Dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19.
- Dilakukan oleh umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika masih tidak dimungkinkan, boleh disalatkan dari jauh dengan salat ghaib;
- Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan covid-19.
Baca: Bencana Besar Jika Ibadah Haji Ditiadakan Tahun Ini, Benarkah?
Tata Cara Menguburkan Jenazah Covid-19
Fatwa MUI menjelaskan bahwa tata cara menguburkan jenazah pasien corona adalah sebagaimana berikut:
- Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.
- Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
- Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena keadaan darurat sebagaimana diatur dalam ketentuan Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah Dalam Keadaan Darurat.
Sementara itu, merujuk surat maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 02/MLM/I.0/H/2020 tentang Wabah Covid-19 dan Nomor 03/I.0/B/2020 tentang Penyelenggaraan Sholat Jumat dan Fardu Berjamaah di saat Covid-19 melanda, disebutkan perawatan jenazah pasien Covid-19 sejak meninggal dunia sampai dikuburkan, dilakukan sesuai dengan standar protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Antara Ketentuan Syariat dan Protokol Medis
Hukum memandikan, mengafani, menyalatkan dan menguburkan jenazah umat Islam adalah fardhu kifayah. Dalam kondisi normal, semua teknisnya telah ditentukan oleh syariat Islam dengan detail.
Adapun dalam kondisi darurat, atau kebutuhan yang sangat penting dan berskala luas, seperti kondisi jenazah yang meninggal akibat virus corona; maka sebagian ketentuan detail syariat Islam tersebut terpaksa dikurangi, atau diganti, disesuaikan dengan ketentuan medis.
Hal itu adalah perkara yang bisa dimengerti oleh agama dan akal sehat.
Pertama, hal itu berarti menjalankan perintah Allah ‘azza wajalla dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai kemampuan maksimal manusia.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah sesuai maksimal kemampuan kalian!” (QS. At-Taghabun: 16)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apabila aku memerintahkan kalian dengan sebuah perintah, maka kerjakanlah ia sesuai maksimal kemampuan kalian. (HR. Al-Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337)
Kedua, hal itu berarti menjalankan perintah Allah ‘azza wajalla dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk tidak melakukan tindakan yang membahayakan keselamatan nyawa diri sendiri maupun orang lain.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Maka janganlah kalian mencampakkan diri kalian kepada kebinasaan! (QS. Al-Baqarah [2]: 195)
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membuat mudharat untuk diri sendiri dan tidak pula membuat mudharat untuk orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 2341)
Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memutuskan bahwasanya tidak boleh membuat mudarat untuk diri dan membuat mudhorot untuk orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 2340)
Fatwa MUI dan Surat Maklumat PP Muhammadiyah di atas merupakan upaya untuk menyelenggarakan ketentuan syariat Islam dalam masalah pengurusan jenazah, dengan disesuaikan ketentuan medis demi mencegah dampak negatif penularan virus covid-19 dari diri jenazah pasien covid kepada orang lain. Wallahu a’lam [Abu Ammar/hujjah.net]