• Latest
  • Trending
  • All
  • Fikih Nisa
  • Kaidah Fikih
  • Syarh Matan
Tata Cara Istijmar

Tata Cara Istijmar

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 1)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah-Hujjahnet

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah

Abdullah bin Mubarak-Hujjahnet

Abdullah bin Mubarak Penghulu Para Ulama

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah-Hujjahnet

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui-Hujjahnet

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging-Hujjahnet

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Syarat Sah Hewan Udhiyah-Hujjahnet

Syarat Sah Hewan Udhiyah

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu-Hujjahnet

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu

Udhiyah dalam Syariat Islam-Hujjahnet

Udhiyah Dalam Syariat Islam

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks
Saturday, December 19, 2020
hujjah.net
Advertisement
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur
hujjah.net

Beranda » Ilmu Fikih » Syarh Matan » Tata Cara Istijmar

Tata Cara Istijmar

Reading Time: 3 min
0 0
0
Tata Cara Istijmar
0
SHARES
102
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

“Yang utama adalah beristinja’ dengan batu kemudian diikuti dengan air. Dan boleh menggunakan air saja atau menggunakan tiga batu yang dengannya dapat membersihkan tempat keluarnya kotoran. Bila menghendaki dengan salah satunya maka istinja’ menggunakan air lebih utama. ”

Pada edisi sebelumnya dijelaskan pengertian dan hukum istinja’, di mana istinja’ adalah membersihkan najis dengan air atau mengurangi kadar najisnya dengan batu. Ada istilah lain yang berkaitan dengan pembahasan ini, yaitu istijmar, membersihkan najis khusus dengan batu atau sejenisnya. Sehingga, istilah istinja’ lebih umum dari pada istijmar, dan pada edisi ini akan menjelaskan tata cara istijmar.

Secara umum alat yang digunakan untuk beristinja’ dari kotoran depan maupun belakang adalah batu dan air. Seseorang yang ingin beristinja’ dari dua kotoran dan menghendaki menggunakan dua alat tersebut maka akan lebih utama bila ia beristinja’ dengan batu terlebih dahulu kemudian menggunakan air. Namun bila ia menghendaki menggunakan satu dari dua alat tersebut lebih utama dengan menggunakan air, karena air lebih membersihkan, meskipun jika ia menghedaki dengan batu saja pun itu diperbolehkan.

BACA JUGA: Istinja Kewajiban Yang Menyehatkan

Berdasarkan sabda Rasulullah, “Bila salah seorang di antara kalian pergi untuk buang air besar hendaklah ia membawa tiga batu dan membersihkan bekas kotoran dengannya, demikian itu diperbolehkan.” (HR. Abu Dawud)

Beristinja’ dengan air barangkali sudah biasa kita lakukan, namun belum tentu kita terbiasa beristinja’ dengan batu, atau yang disebut dengan istijmar.

Sebenarnya yang diwajibkan dalam beristijmar adalah mengusapkan tiga batu pada tempat keluarnya kotoran.

Dalam salah satu riwayat disebutkan, istijmar dilakukan dengan mengambil sebuah batu kemudian mengusapkannya pada sisi kanan –di tempat keluarnya kotoran— dari arah depan ke belakang, lalu mengusapkannya kembali pada sisi kiri dari arah belakang ke depan. Kemudian mengambil batu yang lain lalu mengusapkannya pada sisi kiri dari arah depan ke belakang  dan diteruskan dengan mengusapkan pada sisi kanan dari arah belakang ke depan. Kemudian mengambil batu yang lain, yaitu batu yang ke tiga dan mengusapkannya pada seluruh bagian tempat keluarnya kotoran. Riwayat ini dinilai lebih shahih karena menggunakan semua batu untuk mengusap tempat keluarnya kotoran.

Istijmar wajib menggunakan tiga batu meskipun merasa cukup dengan satu atau dua batu saja. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Salman z berkata, “Kami dilarang menghadap kiblat saat buang air besar dan kecil, dilarang pula beristinja’ dengan tangan kanan atau beristinja’ dengan kurang dari tiga batu, atau beristinja’ dengan kotoran dan tulang.” (HR Muslim).

Lantas apakah istijmar menggunakan batu bersisi tiga sama hukumnya menggunakan batu berjumlah tiga? Menurut mazhab Syafi’i diperolehkan mengusap dengan satu batu yang memiliki tiga sisi. Karena yang diminta dari istinja’ menggunakan tiga batu adalah sisi-sisinya, bukan jumlah batu dan jenisnya. Sehingga dengan beberapa syarat tertentu diperbolehkan untuk beristinja’ menggunakan selain batu. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, “Bila salah seorang di antara kalian buang air maka beristinja’lah dengan tiga batu, atau dengan tiga batang kayu.” (HR. Ad-Daruquthni)

Di antara syarat diperbolehkannya istinja’ dengan selain batu adalah hendaknya berbentuk benda yang keras, suci, dapat membersihkan, bukan dari benda yang dimakan, bukan dari benda yang haram dan bukan dari anggota tubuh binatang yang masih melekat di jasadnya.

Kaum wanita mempunyai cara khusus dalam beristinja’ dan apa yang telah disebutkan di atas adalah tata cara bagi kaum laki-laki pada umumnya.

Istinja’ dari najis dubur bagi wanita sama seperti yang dilakukan laki-laki. Adapun istinja’ dari najis qubul di sini dibedakan antara wanita yang masih bikr (perawan) dan tsayyib (yang sudah menikah). Bagi wanita yang masih bikr cara istinja’nya sama dengan kaum lakilaki. Adapun wanita yang sudah menikah bila ia mendapati najis qubul tersebut sampai pada bagian keluarnya darah haid dan nifas maka wajib baginya untuk membersihkan dengan air. Wallahu a’lam. []

Referensi:

Abu Husain Yahya bin Salim al-‘Imrani, al-Bayan fi Mazhabi Imam asy-Syafi’i, 1/213-231, cet. Darul Minhaj.

Muhammad al-Husaini al-Hushni, Kifayatul Akhyar, hal. 50-51, cet. Dar al-Maktabah al-Ilmiyyah.

Tags: fikihhujjahmajalah hujjahsyarh matan
ShareTweet

Related Posts

rukun shalat
Ilmu Fikih

Niat Sebagai Rukun Pertama Shalat

88
Wajib Menghadap Kiblat Ketika Shalat-hujjah.net
Syarh Matan

Wajib Menghadap Kiblat Ketika Shalat

6
Menyucikan Najis Anjing Dan Babi
Syarh Matan

Menyucikan Najis Anjing Dan Babi

11
Bangkai yang Tidak Najis
Syarh Matan

Bangkai yang Tidak Najis

265
hujjah.net

Copyright © 2019 hujjah.net.

Navigasi

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks

Sosial Media Kami

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur

Copyright © 2019 hujjah.net.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In