Swike, kenal? Ya, masakan Tionghoa berbahan baku daging kodok ini cukup terkenal. Menu ini memiliki penggemar yang tidak sedikit. Beberapa resto bahkan mengkhususkan sajiannya untuk para penggemar daging hewan amphibi ini. Kono Swike berasal dari bahasa slang Tionghoa yang artinya ayam air. Bukan lain karena rasa daing kodok dijatakan sangat mirip seperti paduan daging ayam dan ikan.
Tak hanya digemari, sajian daging hewan yang hidup di dua alam ini tergolong elit. Bagaimana tidak, bahan bakunya saja mahal. Per kilogramnya daging kodok diharga 60-75 ribu rupiah. Hampir dua kali bahkan tiga kali lipat harga ayam pedaging.
Penggemarnya pun tak hanya orang Indonesia, orang-orang Eropa juga menjadi pelanggan setia menu satu ini. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumatra selatan menyatakan, di 2014 ekspor daging katak ke Eropa mencapai 400-500 ton. Harganya mencapai 72 ribu per kg.
Karena diminati, katak pun banyak dibudidaya. Katak yang biasa dikonsumsi biasanya bukan semabrang katak melainkan katak hijau (Rana Macrodon) dan katak lembu (Bullfrog). Jenis katak lain biasanya beracun dan tidak layak konsumsi.
Nah, apabila anda termasuk pecinta menu amphibi ini, ada baiknya anda mengevaluasi kegemaran anda ini. Pasalnya, hampir semua mazhab sepakat bahwa daging katak haram. Demikian pula beberapa fatwa dari para ulama.
Landasan dalil yang dipakai adalah:
Hadits Nabi SAW :
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا.
“Ada seorang tabib menanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai katak, apakah boleh dijadikan obat. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh katak.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, Syaikh Al Albani menilai shahih)
Juga hadits:
Sahl bin Sa’d As-Sa’idi,
أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن خمسة: “النملة، والنحلة، والضفدع والصرد والهدهد
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh 5 hal: Semut, lebah, katak, burung suradi, dan burung hudhud. (HR. Baihaqi)
Hadits lain:
لاَ تَقْتُلُوا الضَّفَادِعَ فَإِنَّ نَقِيقَهَا تَسْبِيحٌ
“Janganlah kalian membunuh katak karena bunyi suara mereka adalah tasbih.” (HR Baihaqi).
Para ulama menyatakan bahwa hewan yang dilarang dibunuh atau diperintahkan untuk dibunuh seperti tikus dan ular hukumnya haram dimakan. Sebab, bagaimana bisa memakan hewan tanpa membunuhnya? Bahkan menelan hidup-hidup pun berarti membunuh.
Selain mazhab Maliki, hampir seluruh mazhab mu’tabar (diakui) menyatakan, berdasarkan hadits-hadits ini, hukum daging katak adalah haram. Mazhab Maliki memang terkenal longgar dalam hal keharaman makanan. Ibnu Abdil Barr menyatakan dalam al Kafi hal 186, “ Menurut Mazhab Maliki, boleh memakan daging ular asalkan disembelih, demikian pula daging kadal, landak dan katak. Boleh juga mengonsumsi daging kepiting, kura-kura, katak dan tidak masalah ikan hasil buruan orang Majusi karena ikan tidak perlu disembelih.”
Lebih Jelas, Fatwa dari Majelis Lajnah Daimah no. 1414 tanggal 28/11/1396 H. Difatwakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hukum memakan katak. Pendapat yang membolehkanseperti Madzhab Malikiyah melandaskan argumen pada keumuman halalnya hewan air (laut). Adapun yang mengharamkan melandaskan argumen pada hadits-hadits di atas. Hadits tentang tabib di atas dituduh cacat. Namun, Ibnu Hibban dan dan Ad Daruquthni menegaskan bahwa perawi yang dituduh cacat yaitu Said bin Khalid al Qaridhi bisa dipercaya.
Di dalam rilisan fatwanya, Majelis Ulama Indonesia hanya membenarkan adanya peredaan pendapat mengenai hal ini. Disebutkan dalam fatwa tertanggal 18 Shafar 1405 H, 12 Nopember 1984 M bahwa Majelis memutuskan :
- Membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafii/jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok, dan membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang halalnya daging kodok tersebut.
- Membudidayakan kodok hanya untuk diambali manfaatnya, tidak untuk dimakan. Tidak bertentang dengan ajaran Islam.
Selain dari sisi syariah, beberapa ulama menilai, daging katak juga berbahaya dari segi medis. Ibnu hajar menyebutkan bahwa, penulis kitab al Qanun mengatakan, sesiapa yang makan darah katak badannya akan memar dan warnanya pucat, mengalami ejakulasi dini bahkan bisa menyebabkan kematian. (al Adab asy Syariyah II/447).
Selain itu, dikabarkan pula bahwa daging katak rentan menyebabkan kanker dan gangguan ginjal. Residu dari bahan beracun dalam pertanian terakumulasi dalam kodok. Jika dimakan, zat-zat berbahaya itu akan berpindah ke dalam perut. Inilah yang menyebakan ginjal terganggu. (http://health.liputan6.com. Tgl: 17 Juni 2013).
Kesimpulannya, hukum memakan daging katak diperselihkan. Ada yang mengatakan boleh ada yang ahram. Adanya perbedaan pendapat ulama bukanlah alasan bahwa kita bisa memilih pendapat yang menurut kita enak. Kita tetap harus mengkaji dengan baik dan teliti mengenai berbagai alasan para ulama mazhab dalam perbedaan pendapat. Tujuannya, agar ketika memilih suatu pendapat, kita tidak memilih karena nafsu, cari enak saja, tapi benar-benar karena disiplin ilmu. Allahua’lam. (Taufikanwar).