Al-Qur’an telah menentukan waktu kehamilan dan menyusui, yaitu dalam waktu 30 bulan. Allah berfirman, “Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15). Di dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurkanakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah: 233). Allah juga berfirman, “Dan menyapihnya dalam dua tahun.” (QS. Luqman: 14).
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa masa penyusuan anak yang sempurna adalah 2 tahun, hal ini telah disepakati oleh para ulama dan ahli tafsir. Namun demikian, para ulama juga menjelaskan bahwa orang tua boleh menyapih anaknya sebelum genap 2 tahun, tetapi berdasarkan dua syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
Pertama, setelah mendapatkan izin atau ridha dari kedua orang tua, artinya keputusan menyapih anak sebelum genap 2 tahun berdasarkan musyawarah dan kesepakatan kedua orang tua. Dalam hal ini seorang wali boleh menggantikan posisi kedua orang tua yang telah tiada.
Kedua, diperbolehkan selama tidak menimbulkan mudarat bagi anak. Di sinilah kedua orang tua dituntut untuk memilih yang paling bermaslahat.
Firman Allah yang artinya, “Yaitu bagi yang ingin menyempurkanakan penyusuan,” (QS. Al-Baqarah: 233), menunjukkan bahwa menyusui anak genap selama 2 tahun bukanlah sebuah keharusan. Akan tetapi dari ayat ini dapat dipahami bahwa orang tua diperbolehkan menyusui anaknya kurang dari 2 tahun, tentunya selama tidak menimbulkan mudarat pada anak.
Faedah di balik penyebutan 2 tahun dalam Al-Qur’an adalah sebagai solusi apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri dalam penyusuan anaknya.
BACA JUGA: ENSIKLOPEDI FIKIH WANITA (RESENSI BUKU)
Salah satu gambarannya, istri yang telah dicerai oleh suaminya namun ia masih menyusui anak dari suami yang menceraikannya maka diperbolehkan untuk meminta upah atas jasa penyusuannya, meskipun yang disusui adalah anaknya sendiri. Apabila di antara mereka terjadi perselisihan tentang masa penyusuan, dalam hal ini tentu berkaitan dengan upah yang harus dikeluarkan si ayah, maka si ayah hanya bertanggung jawab mengupah selama 2 tahun penuh meskipun si ibu bersikukuh untuk melanjutkan penyusuannya lebih dari 2 tahun.
Gambaran di atas untuk anak pada kondisi umumnya, yaitu anak-anak yang tidak membutuhkan penyusuan lebih dari 2 tahun. Sebab beberapa anak memang membutuhkan penyusuan lebih dari 2 tahun untuk suatu hal, dan itu diperbolehkan oleh para ulama sebagaimana diperbolehkannya penyapihan sebelum 2 tahun.
Membahas tentang penyapihan anak, ada sebuah hadits yang sering disebutkan, yaitu sabda Rasulullah:
ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِنِسَاءٍ تَنْهَشُ ثَدْيَهُنَّ الْحَيَّاتُ, قُلْتُ: مَا بَالُ هَؤُلَاءِ؟ قِيلَ: هَؤُلَاءِ اللَّاتِي يَمْنَعْنَ أَوْلَادَهُنَّ أَلْبَانَهُنَّ
“Kemudian Malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas. Aku bertanya, ‘Kenapa mereka?’ Malaikat itu menjawab, ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i)’.” (HR. Ibnu Hibban)
Hadits di atas dinyatakan shahih oleh Imam al-Albani dalam kitab ash-Shahihah miliknya.
Hadits di atas merupakan ancaman bagi orang tua yang menghalang-halangi anaknya dari mendapatkan penyusuan yang thabi’i, yang sehingga mengakibatkan suatu mudarat terjadi pada anaknya. Penyusuan thabi’i adalah penyusuan seorang ibu kepada anaknya dengan ASI-nya sendiri.
Hadits di atas bukan maksudnya ancaman bagi orang tua yang menyapih anaknya belum genap 2 tahun atau bahkan tidak menyusuinya dengan ASI, sedangkan si anak tetap dalam keadaan baik-baik saja.
Disebutkan dalam Fatwa Lajnah ad-Daimah, kewajiban bagi kedua orang tua (seorang ibu khususnya) adalah menyusui anaknya dan berupaya untuk menjaga kesehatan mereka. Seyogianya tidak mencukupkan diri dengan memberikan susu formula tanpa ‘restu’ dari suaminya, yaitu setelah melakukan musyawarah. Satu hal penting yang tidak boleh terlewatkan adalah selama tidak menimbulkan mudarat pada anaknya.
Dapat disimpulkan, diperbolehkan menyapih sebelum genap 2 tahun, atau menyusui lebih dari 2 tahun untuk suatu kebutuhan, diperbolehkan pula menyusukan anak kepada selain ibunya, atau memberi susu kemasan selama hal itu tidak menimbulkan mudarat bagi anak dan untuk kemaslahatan si anak. Kendati hal itu dibolehkan, namun akan lebih utama menyusui anak genap selama 2 tahun, sebab hal itu telah menjadi hak si anak. Wallahu a’lam. []
Daftar Pustaka:
- Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, 3/162).
- Ibnu Qudamah, al-Mughni, 11/431).
- Fatwa Lajnah ad-Daimah (21/7).
- Nashiruddin al-Bani, ash-Shahihah, (3951).
- https://islamqa.info/ar/238779