• Latest
  • Trending
  • All
  • Fikih Nisa
  • Kaidah Fikih
  • Syarh Matan
Saat Al-Auza’i dan Abu Hanifah berdebat

Saat Al-Auza’i dan Abu Hanifah berdebat

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 1)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah-Hujjahnet

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah

Abdullah bin Mubarak-Hujjahnet

Abdullah bin Mubarak Penghulu Para Ulama

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah-Hujjahnet

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui-Hujjahnet

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging-Hujjahnet

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Syarat Sah Hewan Udhiyah-Hujjahnet

Syarat Sah Hewan Udhiyah

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu-Hujjahnet

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu

Udhiyah dalam Syariat Islam-Hujjahnet

Udhiyah Dalam Syariat Islam

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks
Sunday, December 20, 2020
hujjah.net
Advertisement
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur
hujjah.net

Beranda » Ilmu Fikih » Hikmah » Saat Al-Auza’i dan Abu Hanifah berdebat

Saat Al-Auza’i dan Abu Hanifah berdebat

Reading Time: 3 min
0 0
0
Saat Al-Auza’i dan Abu Hanifah berdebat
0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Imam Sufyan bin Uyainah (wafat tahun 198 H), ulama hadits kota Makkah, menceritakan bahwa pada suatu kesempatan imam Al-Auza’i (wafat tahun 157 H) dan imam Abu Hanifah (wafat tahun 150 H) bertemu di kota suci Makkah. Terjadilah dialog diantara ulama besar fiqih negeri Syam dan ulama besar fiqih negeri Kufah tersebut.

“Kenapa kalian tidak mengangkat tangan kalian ketika melakukan ruku’ dan bangun dari ruku’?” tanya Al-Auza’i.

Abu Hanifah menjawab, “Ya, karena tidak ada hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam atas masalah itu.”

“Bagaimana tidak ada hadits shahih, sedangkan (Ibnu Syihab) Az-Zuhri telah menceritakan kepadaku, dari Salim (bin Abdullah bin Umar) dari bapaknya (Abdullah bin Umar) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bahwasanya beliau mengangkat kedua tangannya saat memulai shalat, saat ruku’, dan saat bangun dari ruku’?” tuanya Al-Auza’i.

Abu Hanifah pun mengeluarkan argumentasinya. “Telah menceritakan kepada kami Hammad (bin Abi Sulaiman) dari Ibrahim (bin Yazid) dari Alqamah (bin Qais) dan Al-Aswad (bin Yazid) dari (Abdullah) Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak mengangkat kedua tangannya kecuali saat memulai shalat dan tidak melakukannya lagi setelah itu.”

(baca juga: Ketika Para Ulama Sepakat Atau Berbeda Pendapat Atas Sesuatu)

Al-Auza’i pun keheranan dengan argumentasi Abu Hanifah. “Aku menceritakan kepada Anda hadits dari Az-Zuhri dari Salim dari bapaknya. Sementara Anda menceritakan hadits dari Hammad dari Ibrahim?”

“Hammad lebih faqih daripada Az-Zuhri, Ibrahim lebih faqih dari Salim, dan Alqamah tidak lebih rendah dari Ibnu Umar. Kalaupun Ibnu Umar seorang sahabat atau unggul karena menjadi sahabat Nabi, toh Al-Aswad memiliki keutamaan yang besar. Sedangkan Abdullah (bin Mas’ud) sudah jelas, siapa Abdullah itu,” jawab Abu Hanifah.

Mendengar argumentasi Abu Hanifah tersebut, Al-Auza’i pun diam. Keduanya saling memahami dan menghargai pilihan pendapat fiqih masing-masing.

Kisah unik tersebut disebutkan oleh Syaikh Muhammad Khudhari Bek dalam bukunya, Tarikh At-Tasyri’ Al-Islami.

Kita tidak hendak mendiskusikan sanad mana yang lebih shahih dan pendapat siapa yang lebih kuat, dari kisah diatas. Hal yang ingin kita sorot di sini adalah bahwa masing-masing ulama mujtahid memiliki landasan syar’i, dan mereka semua mengikuti hadits jika mereka meyakini keshahihan hadits tersebut.

Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Hendaknya diketahui bahwasanya tiada seorang pun imam yang diterima secara bulat oleh umat Islam, menyengaja untuk menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dalam salah satu sunnahnya, baik dalam perkara yang kecil maupun perkara yang besar. Sebab seluruh imam telah bersepakat secara yakin atas wajibnya mengikuti Rasul, dan bahwa setiap manusia (ulama) bisa diterima maupun ditolak pendapatnya, kecuali Rasulullah (wajib diterima pendapatnya). Namun jika pendapat salah seorang imam didapati menyelisihi sebuah hadits shahih, maka pastilah imam tersebut memiliki udzur.” (Majmu’ Fatawa, 20/232)

Kaedah ini sangat penting untuk dipahami oleh umat Islam, terutama saat terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih. Dengan memahami kaedah ini, orang awam muqallid bisa memilih fatwa ulama mujtahid yang mereka percayai, dan penuntut ilmu mutabi’ bisa memilah pendapat yang lebih kuat argumentasinya dan lebih dekat kepada kebenaran. Jika muqallid dan mutabi’ sudah memahami dan mengamalkan kaedah ini secara benar, niscaya perbedaan pendapat para ulama benar-benar akan menjadi rahmat bagi umat Islam.

Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid li-Maa fi Al-Muwatha’ min Al-Ma’ani wa Al-Asanid meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri (wafat tahun 110 H) bahwa para sahabat radhiyallahu ’anhum yang mengangkat tangan mereka dalam ruku’ dan i’tidal tidak mencela para sahabat yang hanya mengangkat tangan mereka dalam takbiratul ihram. Demikian pula sebaliknya.

Sungguh mengagumkan apa yang dilakukan oleh imam Abdullah bin Mubarak (wafat tahun 181 H) terkait dengan orang yang berbeda pendapat dengan beliau dalam masalah fiqih. Beliau rela mencatat hadits-hadits yang menjadi akan argumen orang yang berbeda pendapat dengan beliau.

Al-Khathib Al-Baghdadi di dalam Al-Kifayah fi Ilmi Ar-Riwayah meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mubarak berkata, “Sungguh saya terkadang mendengarkan sebuah hadits maka aku catat hadits tersebut. Bukan karena saya berpendapat akan mengamalkan hadits tersebut, bukan pula karena saya akan meriwayatkannya. Saya mencatatnya untuk saya jadikan bekal bagi sahabat-sahabatku, jika ia mengamalkannya, maka saya akan berkomentar ia beramal sesuai hadits.”

Semoga kita semakin dewasa dalam menyikapi perbedaan pendapat para ulama dalam masalah fiqih. Wallahu a’lam bish-shawab.

Tags: hikmah
ShareTweet

Related Posts

Manfaat Wudhu dalam Mencegah Penularan Virus Corona-Hujjahnet.
Hikmah

Manfaat Wudhu dalam Mencegah Penularan Virus Corona

4
virus corona-hujjah.net
Hikmah

Terkena Virus Corona Akibat Makan Haram

2
Hikmah Menanam dan Penghijauan-hujjah.net
Hikmah

Hikmah Menanam dan Penghijauan

24
Hijrah Adalah Syariat dengan Sejuta Hikmah-hujjah.net
Hikmah

Hijrah Adalah Syariat dengan Sejuta Hikmah

14
hujjah.net

Copyright © 2019 hujjah.net.

Navigasi

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks

Sosial Media Kami

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur

Copyright © 2019 hujjah.net.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In