Niat Sebagai Rukun Pertama Shalat
أَرْكَانُ الصَّلاَةِ ثَمَانِيَّةَ عَشَرَ رٌكْنًا: النِّيَّةُ.
“Rukun shalat itu ada delapan belas. Pertama, niat.”
Rukun itu mirip dengan syarat. Perbedaannya, syarat dimulai sebelum shalat, dan wajib dijaga kesempurnaannya saat shalat itu dikerjakan. Seperti suci dari hadats dan najas. Orang yang ingin mengerjakan shalat harus memastikan dirinya suci dari hadats dan najas, kemudian dia harus menjaga kesuciannya itu sampai shalatnya selesai.
Sedangkan rukun adalah amalan-amalan wajib yang ada di dalam shalat. Seperti rukuk dan sujud.
Baca: Menyucikan Najis Anjing Dan Babi
Delapan Belas Rukun Shalat
Imam Abu Syuja’ Al-Ashbahani menyebutkan bahwa rukun shalat itu ada delapan belas.
Niat. Berdiri bagi orang yang mampu. Takbiratul Ihram. Membaca Surat Al-Fatihah. Rukuk. Tumakninah dalam rukuk. I’tidal. Tumakninah dalam i’tidal. Sujud. Tumakninah dalam sujud. Duduk di antara dua sujud. Tumakninah dalam duduk di antara dua sujud. Duduk terakhir. Tasyahud pada duduk terakhir. Bershalawat atas Nabi Muhammad. Ucapan salam yang pertama. Niat keluar dari shalat. Melakukan rukun-rukun di atas secara berurutan.
Dalam sebagian naskah kitab mazhab Syafi’i, rukun shalat disebutkan ada tujuh belas. Seperti dalam kitab Ar-Raudah dan At-Tahqiq. Karena menurut pendapat ashah dalam mazhab Syafi’i niat keluar dari shalat bukan termasuk rukun.
Dalam kitab Al-Minhaj, rukun shalat ada tiga belas. Begitu juga dalam kitab Al-Muharrar. Niat keluar dari shalat dan tumakninah tidak dianggap rukun.
Sedangkan dalam kitab Al-Hawi, rukun shalat ada tiga belas. Tiga belas seperti yang disebutkan dalam Al-Minhaj dan ditambah satu; tumakninah dalam empat tempatnya (yaitu rukuk, i’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud).
Baca: Wajib Menghadap Kiblat Ketika Shalat
Perbedaan ulama mazhab Syafi’i di atas hanya sebatas perbedaan lafdzi (lafal) saja. Pendapat yang menyebutkan bahwa tumakninah bukan rukun shalat karena sejatinya, di setiap rukun shalat haruslah dilakukan dengan tumakninah, sehingga tidak perlu menyebutkan secara sharih tumaknainah sebagai rukun shalat.
Rukun Pertama: Niat
Niat cukup dilakukan di awal shalat, tidak perlu melakukannya di setiap gerakan shalat.
Niat menjadi rukun pertama dalam shalat. Meskipun ada yang berpendapat bahwa niat adalah syarat shalat, bukan rukun. Karena nait shalat adalah keinginan untuk melakukan shalat, dan itu dilakukan di luar shalat. Atas alasan ini Imam Al-Ghazali mengatakan: “Niat itu lebih cocok disebut syarat.”
Dasarnya adalah firman Allah yang artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dan sabda Rasulullah yang artinya: “Hanya sanya, segala amal perbuatan itu tergantung dengan niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya.” (HR. Al-Bukhari)
Kaum muslimin sepakat bahwa shalat tidak sah kecuali dengan niat. Barangsiapa mengerjakan shalat maka ia harus mengawalinya dengan niat.
Wajib melakukan niat untuk membedakan antara satu perbuatan dengan perbuatan yang lain. Untuk membedakan antara satu shalat dengan shalat yang lain. Seperti niat shalat Fardhu, shalat Nadzar, shalat Qadha’, shalat Kifayah, dan lain sebagainya.
Baca: Bangkai yang Tidak Najis
Orang yang ingin mengerjakan shalat Fardhu harus berniat untuk fardhu. Tidak boleh berniat untuk umum (Fardhu dan Nafilah). Tujuannya untuk membedakan antara yang Fardhu dengan yang Nafilah, karena Fardhu dan Nafilah adalah dua shalat yang berbeda.
Orang yang akan mengerjakan shalat Nafilah umum (shalat Nafilah yang tidak terikat dengan waktu atau hal apa pun) maka dia boleh berniat secara umum. Tidak perlu merinci niatnya.
Anak yang masih kecil tidak wajib berniat saat akan mengerjakan shalat. Karena shalat yang dia lakukan dihitung sebagai shalat nafilah, meskipun pada zahirnya mengerjakan shalat Fardhu.
Ulama mazhab Syafi’i sepakat, niat letaknya dalam hati. Sebab niat adalah keinginan atau maksud.
Niat yang diucapkan melalui lisan namun hatinya tidak selaras dengan ucapannya maka ucapan lisan tidak dianggap sebagai niat. Sebaliknya, ucapan lisan tidak merusak apa yang ada di dalam hati. Seperti orang yang berniat dalam hati untuk mengerjakan shalat Subuh, tetapi lisannya mengucapkan Zuhur, maka shalat Subuhnya tetap sah.
Baca: Lima Syarat Tayamum
Disunahkan untuk melafalkan niat sebelum bertakbir. Agar niat yang dilafalkan tersebut membantu apa yang ada di dalam hati. Dengan melafalkannya seseorang akan jauh dari keragu-raguan.
Niat yang diikuti dengan lafal insya Allah maka perlu ditimbang. Apabila kalimat tersebut diucapkan untuk ber-tabaruk, yaitu menyandarkan segala peristiwa dan perbuatan hanya kepada Allah; hanya Allah yang Mahakuasa untuk mengaturnya, maka kalimat tersebut tidak merusak niat. Dan jika diucapkan untuk ta’liq (menggantungkan pada kehendak Allah), atau diucapkan secara umum; tidak berniat apa-apa, maka kalimat tersebut merusak niat. Wallahu a’lam. [Arif Hidayat/hujjah.net]
Daftar Pustaka:
- Al-Imta’ bi Syarhi Matan Abu Syuja’, Hisyam Al-Kamil Hamid, hal. 80.
- Al-Iqna’ fi Hilli Al-Fadzi Abi Syuja’, Syamsuddin Muhammad bin Al-Khatib Asy-Syarbini, 1/287-289.