Betapa pentingnya pernikahan itu. Dalam Islam pernikahan benarbenar diperhatikan dari berbagai sisinya. Pernikahan ditempatkan pada tempat yang mulia, bahkan disebut sebagai setengah dari kesempurnaan agama. Pernikahan bukan akad biasa seperti akadakad yang lain, namun Islam menyebutnya dengan akad yang suci dan mulia.
Dalam akad pernikahan, Islam mengiringi dengan tujuan-tujuan yang siapa saja dari umatnya wajib untuk mencapai tujuan tersebut. Nilai psikologis, sosial, ekonomi, dan politik selalu melekat dalam akad pernikahan. Oleh para ulama dijelaskan bahwa tujuan syariat dalam pernikahan adalah untuk mewujudkan banyak kemaslahatan; dimana kemaslahatan tersebut tidak akan terwujud melainkan dengan disyariatkannya pernikahan.
Tujuan pernikahan dibagi menjadi beberapa macam, ada tujuan umum dan ada pula tujuan khusus, ada tujuan utama dan ada pula tujuan penunjang. Masingmasing tujuan telah Allah jelaskan melalui Betapa pentingnya pernikahan itu. Dalam Islam pernikahan benarbenar diperhatikan dari berbagai sisinya. Pernikahan ditempatkan pada tempat yang mulia, bahkan disebut sebagai setengah dari kesempurnaan agama. Pernikahan bukan akad biasa seperti akadakad yang lain, namun Islam menyebutnya dengan akad yang suci dan mulia.
BACA JUGA: MENIKAHKAN WANITA HAMIL AKIBAT ZINA
Dalam akad pernikahan, Islam mengiringi dengan tujuan-tujuan yang siapa saja dari umatnya wajib untuk mencapai tujuan tersebut. Nilai psikologis, sosial, ekonomi, dan politik selalu melekat dalam akad pernikahan. Oleh para ulama dijelaskan bahwa tujuan syariat dalam pernikahan adalah untuk mewujudkan banyak kemaslahatan; dimana kemaslahatan tersebut tidak akan terwujud melainkan dengan disyariatkannya pernikahan.
Tujuan pernikahan dibagi menjadi beberapa macam, ada tujuan umum dan ada pula tujuan khusus, ada tujuan utama dan ada pula tujuan penunjang. Masingmasing tujuan telah Allah jelaskan melalui berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
Imam al-Baidhawi menjelaskan, ayat di atas menunjukkan disyariatkannya pernikahan yang tujuannya adalah untuk menjaga keturunan. Beliau mengutip sebuah riwayat dari Imam Mujahid bahwa makna dari lafal mawaddah (kasih) adalah jimak dan makna dari lafal rahmah (sayang) adalah keturunan.
Rasulullah juga bersabda yang artinya, “Nikahilah oleh kalian wanita yang penuh kasih sayang dan subur. Karena sesungguhnya pada hari kiamat kelak aku akan berbanga di hadapan para Nabi dengan jumlah kalian yang banyak.” (HR. Ibnu Hibban).
Para ulama juga banyak menyebutkan dalam kitab mereka, bahwa tujuan paling utama dari pernikahan adalah melahirkan keturunan. Di antaranya adalah Imam Abu Hanifah menyebutkan dalam Syarhul Musnad (1/25), “Tujuan syar’i dari pernikahan adalah menjaga keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin.”
Bahkan jika kita mengkaji hukumhukum seputar pernikahan maka kita akan mendapati banyak hal yang akan mengarahkan kita pada pemahaman bahwa tujuan utama dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan. Di bawah ini contoh-contohnya:
Pertama, diperbolehkannya memilih (antara membatalkan akad pernikahan atau tetap dalam ikatan pernikahan) jika terdapat sesuatu yang menghalangi salah satu pasangan suami istri dari mendapatkan keturunan.
Kedua, Islam menganjurkan untuk menikahi wanita yang masih diharapkan dapat memberikan keturunan. Dengan jelas Allah f berfiman yang artinya, “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat.” (QS. An-Nisa’: 3). Oleh para ulama dijelaskan bahwa yang dikehendaki ayat di atas dan yang serupa dengannya adalah jumlah dari keturunan mereka.
Ketiga, sebagian ulama lebih mengutamakan menikahi wanita yang subur daripada wanita yang mandul atau menopause.
Keempat, para ulama sepakat tidakbolehnya melakukan kebiri, baik bagi laki-laki maupun merempuan, bahkan jika upaya itu dilakukan sehingga melemahkan syahwat seseorang maka oleh sebagian ulama dinyatakan makruh dan telah keluar dari fitrah diciptakannya manusia.
Kelima, sebagian ulama melarang bahkan mengharamkan seseorang melakukan ‘azl, karena hal itu tidak sesuai dengan tujuan utama disyariatkan pernikahan, kecuali dalam keadaan darurat kesehatan; seperti jika kehamilan istri akan menimbulkan mudharat pada kesehatannya, dan sebagian ulama membolehkan ‘azl hanya untuk mengatur jarak keturunan.
Masih banyak pembahasan fikih dalam persoalan ini, meskipun dalam beberapa persoalan di atas tetap ada perbedaan para ulama tentang hukumnya. Kendati demikian, di samping tidak menafikan adanya tujuantujuan pernikahan yang lain maka hal di atas cukup menunjukkan kepada kita bahwa tujuan utama disyariatkan pernikahan adalah untuk memperbanyak keturunan. Wallahu a’lam. []
Disarikan dari kitab Maqashidu Nikah wa Atsaruha Dirasatan Fiqhiyatan Muqaranatan, karya Hasan as-Sayid Hamid Khitab, hal. 1-150)