Kurban Dengan Ayam; Bolehkah?
Ketika Idul Adha, penyembelihan hewan disebut udhiyah.
Sedang di Tanah Suci, khusus bagi yang melaksanakan haji ada kajian al-hadyu (dam); yaitu menyembelih hewan karena sesuatu (pembahasan detail silakan merujuk dalam fikih haji).
Adapun aqiqah merupakan menyembelih hewan ternak sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat kelahiran anak, baik putra maupun putri.
Aqiqah dan udhiyah keduanya masuk dalam ranah fikih penyembelihan.
Sehingga, kami akan menyederhanakan bahasanya menjadi kurban.
Pendapat Asing; Kurban Ayam
Binatang ternak yang disembelih dalam ibadah kurban rata-rata berupa kambing, sapi, unta, dan hewan yang sejenis dari tiga binatang ini.
Tapi, ada sebagian kaum muslimin berani beribadah udhiyah ataupun aqiqah dengan menyembelih ayam. Sebenarnya fenomena ini jarang terjadi.
Namun, pernah terjadi di masyarakat Indonesia.
Bahkan merasa memiliki dalil.
Mereka bersemangat dalam menunaikan ibadah kurban namun tak mampu membeli kambing dan sejenisnya, sehingga ayam pun dijadikan hewan kurban.
Diantara dalil mereka, diriwayatkan dari Asma, beliau mengatakan, “Kami berkurban dengan kuda bersama Rasulullah”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau berkurban dengan menyembelih ayam jantan. [Subulus Salam 7/340, terbitan Dar Ibnul Jauzi]
Disebutkan juga riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang membolehkan kurban dengan ayam.
Hal ini disebutkan oleh Ibrahim al-Baijuri dalam Hasyiyah al-Baijuri, Bairut-Dar al-Kutib al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1420 H/1999 M, juz, 2, h. 555.
Dari ats-Tsauri, dari Imran bin Muslim, dari Suwaid bin Ghaflah, aku mendengar Bilal mengatakan, “Aku tidak peduli andai aku berkurban dengan ayam jantan.
Andai uang untuk beli ayam jantan tersebut kusedekahkan kepada anak yatim atau orang miskin itu lebih aku sukai dari pada kugunakan untuk beli ayam jago lalu berkurban dengannya.”
Ats-Tsauri berkata, “Aku tidak tahu apakah ini perkataan Suwaid sendiri atau perkataan Bilal.
[Riwayat Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf no 8156]
Berdasarkan riwayat-riwayat di atas, Ibnu Hazm yang bermadzhab dhahiri di dalam al-Muhalla (7/358) termasuk ulama yang menyelisihi jumhur.
Beliau membolehkan binatang apa saja bisa dijadikan hewan kurban, yang penting halal dimakan dan berkaki empat.
Termasuk beliau membolehkan kurban dengan ayam.
Lemahnya Dalil Berkurban dengan Ayam
Pendapat yang membolehkan kurban dengan ayam merupakan pendapat asing yang tidak kuat dan menyelisihi mayoritas ulama fikih.
Riwayat-riwayat yang dijadikan Ibnu Hazm (madzhab dhahiri) sebagai dalil sebenarnya belum bisa dijadikan hujjah.
Sebab, banyak ulama yang meragukan keshahihan sanadnya.
Riwayat-riwayat tersebut belum didukung oleh data akurat mengenai kitab apa yang memuat sanad riwayat dari shahabat-shahabat tersebut.
Kalaulah diperbolehkan kurban dengan ayam, pasti akan ada riwayat shahih, sahabat yang fakir akan berkurban dengan ayam.
Adapun riwayat Bilal, tidak bisa dijadikan hujjah karena ada kemungkinan bahwa atsar tersebut bukan dari Bilal.
Kemudian, konteks riwayat tersebut adalah ketika banyak orang saling berbangga-bangga dalam banyaknya hewan yang disembelih untuk kurban.
Padahal kurban adalah sunnah bukan kewajiban.
Maka, sahabat Bilal tidak dalam rangka memotivasi untuk berkurban dengan ayam.
[Fatawa Syar’iyyah, hlm. 280].
Kurban, Ibadah yang Teratur
Kurban adalah ibadah.
Tentu ada aturannya, termasuk ketentuan hewan yang boleh untuk disembelih.
Allah berfirman,
“Dan bagi setiap umat, Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak” (QS. al-Hajj: 34)
Jelaslah bahwa hewan yang dipersyaratkan adalah hewan ternak.
Di antaranya unta, sapi, dan kambing termasuk pula jenis-jenisnya.
Sehingga tidak dibenarkan jika kita berkurban dengan ikan paus, rusa atau ayam.
Kenapa Ayam Tidak Termasuk Hewan Kurban
Pertama, seperti yang dinukil Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ (8: 364-366) bahwa ulama bersepakat hewan yang sah untuk dikurbankan adalah unta, sapi, kerbau, kambing, dan domba.
Adapun ayam, burung, dan hewan liar tidak sah untuk berkurban.
Kedua, kita tidak tahu hakikat atau hikmah dibalik syariat hewan kurban.
Termasuk hikmah para sahabat tidak beribadah dengan menyembelih ayam pada hari raya kurban.
Ketiga, kurban seekor ayam hanya bisa dibagi kepada sedikit orang.
Padahal hari raya Iedul Adha merupakan syiar Islam.
Berbeda dengan kambing atau sapi yang bisa dibagi lebih luas.
Berkurban Itu Sunah; Jika Tak Mampu, Tak Mengap
Kurban merupakan ibadah sunah.
Tidak diberlakukan kepada setiap orang.
Hanya orang mampu (memiliki kelebihan harta) yang terbebani kesunahan syariat ini.
Wal hasil, yang belum mampu tidak perlu risau.
Tekad kuat mengamalkan sunah ini menjadi pahala dan akan mendorong persiapan kurban sedini mungkin.
Bisa dengan cara menabung 1 atau 2 tahun sebelumnya.
Akan tetapi, bila ngotot ingin berkurban dengan ayam, insyaAllah akan bernilai sedekah tapi bukan berpahala ibadah udhiyah maupun aqiqah.
Wallahu a’lam.[]