Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang sangat dimuliakan. Karena al-Qur’an adalah kalam Allah Ta’ala. Sehingga sebagian kaum muslimin terkadang mencium mushaf al-Qur’an lantaran ingin memuliakannya. Bolehkah hal ini kita lakukan? mari kita simak jawaban dari beberapa ulama di bawah ini.
Ibnu Hajar al-Atsqalani berkata,
وَنُقِلَ عَنِ ابْنِ أَبِي الصَّيْفِ الْيَمَانِيِّ أَحَدِ عُلَمَاءِ مَكَّةَ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ جَوَازَ تَقْبِيلِ الْمُصْحَفِ
Dinukil dari Ibnu Abi ash-Shaif al-Yamani salah satu ulama dari mazhab Syafi’i yang berada di Mekah menyatakan bolehnya mencium mushaf al-Qur’an. (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Ahmad bin Ali bin Hajar al-Atsqalani asy-Syafi’i, 3/ 475)
BACA JUGA: Hukum Membaca Al-qur’an Bagi Wanita Haid
Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i menjelaskan,
يُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ الْمُصْحَفِ لِأَنَّ عِكْرِمَةَ بْنَ أَبِي جَهْلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ يَفْعُلُهُ وَبِالْقِيَاسِ عَلَى تَقْبِيْلِ الْحَجَرِ الاَسْوَدِ ذَكَرَهُ بَعْضُهُمْ وَلِأَنَّهُ هَدْيُهُ مِنَ اللهِ تَعَالَى فَشُرِعَ تَقْبِيلُهُ كَمَا يُسْتَحَبُّ تَقْبِيْلُ الْوَلَدِ الصَّغِيرِ
“Dianjurkan mencium mushaf karena Ikrimah bin Abu Jahl melakukaknnya, dan (dalil lain) adalah dengan dikiaskan dengan mencium Hajar Aswad sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama, dan karena mushaf Al-Qur’an merupakan anugerah dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Karenanya disyariatkan menciumnya seperti dianjurkannya mencium anak kecil. (Al-Itqan fi Ulumil Qur`an, Jalaluddin As-Suyuthi, juz 2/ 458).
Muhammad bin Abdullah al-Kharasyi al-Maliki berkata,
وَيُكْرَهُ تَقْبِيْلُ الْمُصْحَفِ وَكَذَا الْخُبْزُ
Makhruh hukumnya mencium dan memukul mushaf al-Qur’an. (Syarh Mukhtashar Lil Kharasyi, Muhammad bin Abdullah al-Kharasyi, 7/445)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa mengatakan,
الْقِيَامُ لِلْمُصْحَفِ وَتَقْبِيلُهُ لَا نَعْلَمُ فِيهِ شَيْئًا مَأْثُورًا عَنْ السَّلَفِ وَقَدْ سُئِلَ الْإِمَامُ أَحْمَد عَنْ تَقْبِيْلِ الْمُصْحَفِ. فَقَالَ: مَا سَمِعْت فِيهِ شَيْئًا. وَلَكِنْ رُوِيَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ أَبِي جَهْلٍ: أَنَّهُ كَانَ يَفْتَحُ الْمُصْحَفَ وَيَضَعُ وَجْهَهُ عَلَيْهِ وَيَقُولُ: “كَلَامُ رَبِّي. كَلَامُ رَبِّي”
“Berdiri untuk menghormati mushaf atau mencium mushaf, tidak kami ketahui adanya riwayat shahih dari para salaf. Imam Ahmad pernah ditanya mengenai hal ini ia mengatakan, ‘Aku tidak pernah mendengar tentangnya sama sekali.’ Namun diriwayatkan oleh Ikrimah bin Abi Jahl, bahwa ia membuka mushaf al-Qur’an dan meletakkannya di wajah kemudian berkata, ‘Kalam Rabku, kalam Rabku.’”. (Majmu’ al-Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah al-Harani, 23/ 65)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz menjawab pertanyaan hukum mencium mushaf al-Qur’an,
لَا حَرَجَ فِيْ ذَلِكَ لَكِنْ تَرْكُهُ أَفْضَلُ لِعَدَمِ الدَّلِيْلِ، وَاِنْ قَبَلَهُ فَلَا بَأْسَ. وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ أَبِيْ جَهْلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يُقَبِّلُهُ وَيَقُوْلُ “هَذَا كَلَامُ رَبِّيْ”، لَكِنْ هَذَا لَا يُحْفَظُ عَنْ غَيْرِهِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَلَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَفِيْ رِوَايَتِهِ نَظَرٌ، لَكِنْ لَوْ قَبَّلَهُ مِنْ بَابِ التَّعَظْيِمِ وَالْمَحَبَّةِ لَا بَأْسَ، وَلَكِنْ تَرْكُ ذَلِكَ أَوْلَى.
“Memang tidak ada dalil mencium mushaf seperti itu. Akan tetapi, jika seseorang menciumnya, tidaklah mengapa. Ada riwayat dari Ikrimah bin Abi Jahl z bahwa beliau biasa mencium mushaf, lalu ia mengatakan, “ini adalah kalam Rabbku.” Akan tetapi, amalan semacam ini tidak dilakukan oleh para sahabat yang lain dan tidak pula Nabi ﷺ. Dan di dalam riwayat hadits ini masih diperselisihkan. Akan tetapi, jika mencium mushaf lantaran memuliakan dan mencintainya maka tidaklah mengapa, dan tidak mengerjakannya lebih utama. (Majmu’ Fatawa Mutanawwi’ah, Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, 9/289).
ذَكَرَ الْحَنَفِيَّةُ وَهُوَ الْمَشْهُوْرُ عِنْدَ الْحَنَابَلَةِ -جَوَازُ تَقْبِيْلِ الْمُصْحَفِ تَكْرِيْمًا لَهُ، وَهُوَ الْمَذْهَبُ عِنْدَ الْحَنَابَلَةِ، وَرُوِيَ عَنْ أَحْمَدِ اسْتِحْبَابُهُ، لَمَّا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يَأْخُذُ الْمُصْحَفَ كُلَّ غَدَاةٍ وَيُقَبِّلُهُ، وَيَقُوْلُ: عَهْدُ رَبِّي وَمَنْشُوْرُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، وَكَانَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُقَبِّلُ الْمُصْحَفَ وَيُمْسِحُهُ عَلَى وَجْهِهِ.
Mazhab Hanafi dan pendapat yang masyhur dari mazhab Hambali menyebutkan bahwa boleh mencium mushaf al-Qur’an dalam rangka memulyakannya. Sedangkan menurut pendapat dari imam Ahmad adalah dianjurkan. Hal ini karena terdapat riwayat dari Umar radhiallahu ‘anhu bahwasanya beliau mengambil mushaf setiap pagi dan menciumnya, kemudian berkata, “Ini perjanjian Rabku dan disyiarkan Rabku Subhanahu Wata’ala.” Utsman radhiallahu ‘anhu juga mencium mushaf dan mengusapkannya di wajahnya. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 13/ 133) Wallahua’lam bishowab. [.]