• Latest
  • Trending
  • All
  • Fikih Nisa
  • Kaidah Fikih
  • Syarh Matan
Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah-hujjah.net

Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 1)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah-Hujjahnet

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah

Abdullah bin Mubarak-Hujjahnet

Abdullah bin Mubarak Penghulu Para Ulama

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah-Hujjahnet

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui-Hujjahnet

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging-Hujjahnet

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Syarat Sah Hewan Udhiyah-Hujjahnet

Syarat Sah Hewan Udhiyah

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu-Hujjahnet

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu

Udhiyah dalam Syariat Islam-Hujjahnet

Udhiyah Dalam Syariat Islam

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks
Thursday, January 21, 2021
hujjah.net
Advertisement
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur
hujjah.net

Beranda » Tanya Jawab » Fatwa » Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah

Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah

Reading Time: 7 min
0 0
0
Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah-hujjah.net

Gambar: Unsplash

172
SHARES
62
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah

 

Ketika iqamat telah dikumandangkan, lalu jamaah shalat mulai menempati shaf, biasanya imam shalat memberi komando untuk meluruskan dan merapatkan shaf shalat.

Tiap waktu shalat, hampir seluruh imam shalat jamaah selalu memberi komando untuk meluruskan dan merapatkan shaf shalat.

Apakah meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah itu hukumnya memang wajib?

Bagaimana kalau shaf tidak lurus dan tidak rapat, apakah shalatnya batal?

 

Makna Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah

Meluruskan dan merapatkan shaf shalat dalam fikih dikenal dengan istilah Taswiyatush Shufuf atau Tarashush Shufuf. At-Taswiyah artinya meluruskan, sedangkan at-Tarash artinya merapatkan.

Oleh imam an-Nawawi istilah ini bermakna memenuhi barisan tiap shaf mulai dari yang paling depan, meminimalisir celah antar jamaah, dan berbaris lurus sejajar antar jamaah  sehingga tidak ada yang terlihat dadanya lebih maju.

Tidak diperkenankan membuat shaf kedua sebelum shaf pertama sempurna. Juga tidak boleh berdiri di sebuah barisan shaf kecuali barisan shaf sebelumnya telah sempurna. (Al-Majmu’, 4/226)

 

Ikhtilaf Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah

Para ulama berbeda pendapat soal hukum meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah.

Pendapat Pertama: Meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah hukumnya sunnah.

Ini adalah pendapat yang disepakati oleh ulama empat mazhab.

Mazhab Hanafi dalam kitab Tabyinul Haqaiq (1/136) dan kitab Hasyiyah ath-Thahthawi (206, 207).

Mazhab Maliki dalam kitab at-Tanbih ‘ala Mabadi’ at-Taujih karya Ibnu Basyir (1/507) dan kitab Al-Fawakih ad-Dawani (1/527).

Kemudian mazhab Syafi’i dalam kitab Al-Majmu’ (4/301) dan kitab Minhaj al-Qawim karya Ibnu Hajar al-Haitami (164).

Kemudian mazhab Hanbali dalam kitab Al-Inshaf (2/30) dan kitab Kasyaful Qina’ (1/328).

Dalilnya, tiga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ

“Luruskan shaf-shaf kalian! Karena lurusnya shaf termasuk dari kesempurnaan shalat.” (HR. Muslim)

‌أَقِيمُوا ‌صُفُوفَكُمْ، ‌وَتَرَاصُّوا، فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي

“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.” (HR. Al-Bukhari No. 716)

رُصُّوا ‌صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا الْحَذَفُ

“Rapatkan shaf shaf kalian, dekatkanlah jarak antara keduanya, dan sejajarkanlah antara leher-leher. Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan–Nya, sesungguhnya saya melihat setan masuk ke dalam celah celah shaf itu, tak ubahnya bagai anak kambing kecil.” (HR. Abu Daud No. 667. Hadits shahih)

Tiga hadits di atas menunjukkan bahwa meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah hukumnya sunnah yang dianjurkan untuk diamalkan. Meluruskan dan merapatkan shaf shalat adalah bagian dari upaya menegakkan shalat.

Sebagaimana berlaku pada shalat fardhu, penegakan shalat juga berlaku pada shalat sunnah. Maknanya, karena meluruskan dan merapatkan shaf shalat adalah bagian dari menegakkan shalat, maka hal tersebut disunnahkan pada shalat fardhu maupun shalat shunnah berjamaah.

 

Pendapat Kedua: Meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah hukumnya wajib.

Ini adalah pendapat Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah, Ibnu Hajar al-Atsqalani, Al-‘Aini, ash-Shan’ani, dan Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.

Imam Ibnu Hazm menerangkan,

تسويةُ الصفِّ إذا كان من إقامةِ الصَّلاة فهو فرضٌ؛ لأنَّ إقامة الصلاة فرضٌ؛ وما كان من الفَرْضِ فهو فرض

“Jika meluruskan shaf shalat adalah bagian dari menegakkan shalat, maka meluruskan shaf shalat hukumnya wajib. Karena menegakkan shalat itu hukumnya wajib. Unsur yang menjadi bagian dari sesuatu yang wajib, maka itu wajib.” (Al-Muhalla, 2/375)

Pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang ini terdapat dalam kitab Al-Inshaf (2/30) dan Fatawa al-Kubra (5/331). Sementara pendapat Ibnu Hajar terdapat dalam kitab Fathul Bari (2/207).

Pendapat al-‘Aini terdapat dalam kitab Umdatul Qari (5/254, 255). Pendapat imam ash-Shan’ani terdapat dalam kitab Subulussalam (2/29).

Sedangkan syaikh Ibnu Utsaimin mengikuti pendapat syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Syar hal-Mumti’, 3/10)

Ada empat hadits yang menjadi dasar argumentasi pendapat ini.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‌أَقِيمُوا ‌صُفُوفَكُمْ، ‌وَتَرَاصُّوا، فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي

“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.” (HR. Al-Bukhari No. 716)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رُصُّوا ‌صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ

Rapatkan shaf shaf kalian, dekatkanlah jarak antara keduanya, dan sejajarkanlah antara leher-leher.” (HR. Abu Daud No. 667. Hadits shahih)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ، ‌فَإِنَّ ‌تَسْوِيَةَ ‌الصُّفُوفِ ‌مِنْ ‌إِقَامَةِ ‌الصَّلَاةِ

“Luruskan shaf-shaf kalian! Karena lurusnya shaf adalah bagian dari menegakkan shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 723)

Dari Nu’man bin Basyir ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَوِّي صُفُوفَنَا حَتَّى كَأَنَّمَا يُسَوِّي بِهَا الْقِدَاحَ حَتَّى رَأَى ‌أَنَّا ‌قَدْ ‌عَقَلْنَا ‌عَنْهُ، ثُمَّ خَرَجَ يَوْمًا فَقَامَ، حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ فَرَأَى رَجُلًا بَادِيًا صَدْرُهُ مِنَ الصَّفِّ، فَقَالَ: عِبَادَ اللهِ لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ، أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ

“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyamakan shaf kami hingga seakan-akan menyamakan busur panah hingga beliau melihat bahwa kami sungguh telah terikat darinya. Kemudian pada suatu hari beliau keluar, lalu berdiri hingga hampir bertakbir, lalu beliau melihat seorang laki-laki menonjolkan dadanya dari shaf, maka beliau bersabda, ‘Wahai hamba Allah, sungguh kalian menyamakan shaf kalian atau Allah akan menyelisihkan antara wajah kalian!” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kata perintah dan ancaman yang terdapat dalam hadits di atas dipahami oleh kalangan ulama ini menunjukkan pada hukum wajib.

 

Pesan Moral dari Syariat Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah

Setiap bentuk amalan syariat Islam selalu mengandung pesan yang sangat mulia dan luar biasa bagi manusia.

Syariat meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah mengandung pesan moral berupa persatuan hati (Ta’liful Qulub) antar umat Islam.

Sementara, persatuan hati antara umat Islam (Ta’liful Qulub) merupakan tujuan terbesar diturunkannya syariat Islam.

Imam Ibnul Qayim menjelaskan,

اِجْتِمَاعِ الْقُلُوبِ وَتَأَلُّفِ الْكَلِمَةِ، مِنْ أَعْظَمِ مَقَاصِدِ الشَّرْعِ، وَقَدْ سَدَّ الذَّرِيعَةَ إلَى مَا يُنَاقِضُهُ ‌بِكُلِّ ‌طَرِيقٍ، ‌حَتَّى ‌فِي ‌تَسْوِيَةِ ‌الصَّفِّ فِي الصَّلَاةِ؛ لِئَلَّا تَخْتَلِفَ الْقُلُوبُ، وَشَوَاهِدُ ذَلِكَ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تُذْكَرَ.

“Persatuan dan kesatuan umat merupakan tujuan terbesar adanya syariat, telah banyak celah yang bertolak belakang dengan visi yang ditutup dengan berbagai cara. Bahkan, termasuk dalam perkara meluruskan dan merapatkan shaf shalat. Dengan harapan tidak terjadi perselisihan antar kaum muslimin. Dalil yang menunjukkan visi ini terlalu banyak untuk disebutkan.” (I’lam al-Muwaqqi’in, Ibnul Qayim, 3/116)

Ketika umat Islam mengamalkan syariat meluruskan dan merapatkan shaf, harapannya melalui perantara aturan tersebut hati kaum muslimin menjadi luluh dan menyatu. Saling menguatkan, saling memahami, saling menghormati, saling rendah hati, tidak ada sikap merasa paling hebat dan paling baik dari yang lain.

Ada sebuah riwayat dari sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata,

‌اسْتَوَوْا تَسْتَوِي قُلُوبُكُمْ، وَتَمَاسُّوا تَرَاحَمُوا

“Luruskanlah, sehingga hati kalian menjadi lurus. Saling bersentuhanlah, saling mengasihilah kalian!” (HR. Ath-Thabarani dalam kitab Mu’jam al-Ausath No. 5121. Riwayat ini dianggap dha’if oleh Al-Haitsami dan Al-Albani)

Kalimat sahabat Ali bin Abi Thalib tersebut menunjukkan bahwa syariat meluruskan dan merapatkan shaf shalat jamaah memberikan pengaruh positif terhadap hati masing-masing umat Islam.

Selain itu, terdapat beberapa nash yang menunjukkan bahwa menolak atau meremehkan syariat meluruskan dan merapatkan shaf termasuk bagian dari penyebab perpecahan hati dan perselisihan antar kaum muslimin.

Dalam hadits Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau menyebutkan, dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengusap bahu-bahu kami sebelum shalat sambil bersabda,

سْتَوُوا، وَلَا تَخْتَلِفُوا، فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ، لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

قَالَ أَبُو مَسْعُودٍ: فَأَنْتُمُ الْيَوْمَ أَشَدُّ اخْتِلَافًا

“Luruskanlah, janganlah kalian berselisih, karena jika kalian berselisih maka hati kalian akan berselisih. Hendaklah yang berdiri di belakangku adalah orang-orang yang bijak dan berilmu, kemudian setelah mereka adalah orang yang kapasitasnya kurang dari mereka, dan begitu selanjutnya.”

Abu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya kalian pada hari ini sangat sering berselisih.” (HR. Muslim No. 432)

Selain itu, terdapat pula riwayat dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌يَتَخَلَّلُ ‌الصَّفَّ ‌مِنْ ‌نَاحِيَةٍ إِلَى نَاحِيَةٍ يَمْسَحُ صُدُورَنَا وَمَنَاكِبَنَا وَيَقُولُ: لَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa memasuki celah-celah shaf, dari ujung ke ujung lainnya seraya mengusap dada dan pundak kami, lalu bersabda, ‘Janganlah kalian berselisih, sehingga itu akan membuat hati kalian berselisih juga.’” (HR. Abu Daud No. 664. Hadits ini derajatnya shahih)

 

Jika Tidak Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat, Apakah Shalatnya Batal?

Pada pembahasan Ikhtilaf Hukum Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjamaah telah diuraikan dua pendapat utama terkait hukum meluruskan dan merapatkan shaf shalat.

Masing-masing pendapat tersebut tentu akan menghasilkan konsekuensi hukum yang saling berlainan.

Pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa meluruskan dan merapatkan shaf shalat itu hukumnya sunnah, sebagai konsekuensi hukumnya:

Bagi siapa pun yang tidak meluruskan dan merapatkan shaf shalat, ia tidak berdosa selama tidak disertai pengingkaran terhadap sunnahnya meluruskan dan merapatkan shaf shalat. Hanya saja, ia kehilangan keutamaan luar biasa yang tersimpan di balik syariat meluruskan dan merapatkan shaf shalat.

Baca: Merenggangkan Shaf Shalat untuk Menghindari Covid-19

Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah itu hukumnya wajib, sebagai konsekuensi hukumnya:

Bagi siapa pun yang tidak meluruskan dan merapatkan shaf shalat, ia berdosa karena telah meninggalkan hukum wajib. Meskipun ia berdosa karena meninggalkan syariat meluruskan dan merapatkan shaf shalat, akan tetapi shalatnya tetap sah dan tidak batal.

Agar lebih mudah memahami ini, mari cermati kembali poin-poin yang menjadi argumentasi wajibnya meluruskan dan merapatkan shaf shalat berikut ini.

Dalam shahih al-Bukhari terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari Busyair bin Yassar al-Anshari, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika ia berkunjung ke Madinah, dikatakan kepadanya,

مَا أَنْكَرْتَ مِنَّا مُنْذُ يَوْمِ عَهِدْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟

“Apakah ada sesuatu yang engkau ingkari dari perbuatan kami sejak engkau hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun menjawab,

مَا ‌أَنْكَرْتُ ‌شَيْئًا ‌إِلَّا ‌أَنَّكُمْ ‌لَا ‌تُقِيمُونَ ‌الصُّفُوفَ

“Tidak ada sesuatu yang aku ingkari dari kalian kecuali kalian tidak meluruskan dan merapatkan shaf shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 724)

Imam al-Bukhari memasukkan hadits di atas dalam bab Itsmun man lam yatimm ash-Shufuf (dosa bagi orang yang tidak meluruskan dan merapatkan shaf).

Ketika menjelaskan hadits di atas, Ibnu Hajar al-Asqalani menduga Imam al-Bukhari memilih pendapat wajib pada hukum meluruskan dan merapatkan shaf bisa jadi karena melihat pada tiga variabel berikut ini:

Pertama, adanya lafal perintah pada teks hadits (sawwu shufufakum; luruskanlah shaf kalian).

Kedua, berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersifat umum (shallu kama ra-aitumuni ushalli: shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat).

Ketiga, adanya peringatan bagi orang yang tidak melaksanakan perintah meluruskan dan merapatkan shaf shalat.

Nah, dengan melihat pada tiga variabel tersebut, akhirnya imam Al-Bukhari menarik kesimpulan bahwa pengingkaran yang dilakukan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pada hadits di atas terjadi pada kasus meninggalkan amalan yang hukumnya wajib, meskipun pengingkaran juga dapat terjadi pada amalan yang hukumnya sunnah.

Selain itu, beliau juga menyimpulkan,

مَعَ الْقَوْلِ بِأَنَّ ‌التَّسْوِيَةَ ‌وَاجِبَةٌ ‌فَصَلَاةُ ‌مَنْ ‌خَالَفَ ‌وَلَمْ ‌يُسَوِّ ‌صَحِيحَةٌ لِاخْتِلَافِ الْجِهَتَيْنِ

“Pada pendapat yang menyatakan bahwa meluruskan dan merapatkan shaf shalat hukumnya wajib, maka shalat orang yang tidak meluruskan dan merapatkan shaf shalat tetap dianggap sah tersebab adanya perbedaan pendapat dalam hal ini.”

Imam al-Bukhari menguatkan kesimpulan ini dengan fakta bahwa meskipun Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengingkari orang yang tidak meluruskan dan merapatkan shaf, namun beliau sama sekali tidak memerintahkan mereka untuk mengulang shalatnya. (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 2/210)

Ibnu Hajar juga menyebutkan pendapat Ibnu Hazm yang menyatakan batalnya shalat orang yang tidak meluruskan dan merapatkan shaf shalat dan menolak ijmak yang menghukumi hal tersebut sebagai sunnah. Akan tetapi pendapat Ibnu Hazm ini dianggap sebagai pendapat yang sangat berlebihan. (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 2/210) Wallahu a’lam (Lutfi Fathoni/hujjah.net)

 

 

Tags: Fikih Shalatmeluruskan shaf shalatshalat jamaah
Share172Tweet

Related Posts

Puasa Syawal di luar Bulan Syawal-Hujjahnet
Fatwa

Puasa Syawal di luar Bulan Syawal, Bolehkah?

11
Membungkus Jenazah Korban Covid-19 dengan Kantung Plastik-hujjah.net
Tanya Jawab

Membungkus Jenazah Korban Covid-19 dengan Plastik

14
Jenazah Korban Covid-19 Wajib Ditayamumkan-hujjah.net
Tanya Jawab

Apakah Jenazah Korban Covid-19 Wajib Ditayamumkan?

14
Hukum Onani Saat PSBB atau Lockdown-hujjah.net
Tanya Jawab

Hukum Onani Saat PSBB atau Lockdown

43

quote

facebook

facebook
hujjah.net

Copyright © 2019 hujjah.net.

Navigasi

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks

Sosial Media Kami

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur

Copyright © 2019 hujjah.net.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In