Maqashid Syari’ah adalah salah satu disiplin ilmu yang tidak lahir secara instan, ada begitu saja. Melainkan berjalan dengan fase-fasenya, dimulai dari fase perkembangan sampai pada fase pembukuan seperti masa sekarang ini. Sejarah ilmu Maqashid ini sebenarnya dapat dilihat dari nushush syar’iyah (nash-nash syar’i), yaitu tersirat dalam al-Qur’an, as-Sunnah, qaul (perkataan) sahabat, dan kitab para ulama. Di dalamnya tergambarkan kaidah-kaidah maqashid yang menjadi inti dari nash-nash tersebut.
Ada tiga fase dalam perjalanan tumbuh-kembang ilmu Maqashid. Pertama, fase perkembangan. Kedua, fase pemisahan pertama, yaitu para ulama mulai menulis sebuah permasalahan dengan sudut pandang maqashid. Ketiga, fase pemisahan kedua, yaitu pembukuan ilmu Maqashid. [Abdul Aziz bin Abdurrahman, ‘Ilmu Maqashid asy-Syari’, hlm. 81].
Fase Perkembangan Ilmu Maqashid
Ciri dari fase ini, ilmu Maqashid belum dipisahkan dari sumbernya, yaitu al-Qur’an, as-Sunnah dan qaul sahabat. Artinya, belum dibicarakan dalam sebuah disiplin ilmu secara utuh dan terpisah, juga belum dijelaskan hakekatnya, macam-macamnya, kaidah-kaidahnya, kekhususannya dan hubungannya dengan ilmu lain. Pada fase ini, ilmu Maqashid masih menyatu dalam nash-nash syar’i, qaul para sahabat dan amalan mereka, serta qaul salaf dan para ulama. Fase ini terjadi pada masa wahyu, yaitu pada masa Rasulullah sampai masa imam al-Haramaian al-Juwaini.
Demikian ini dapat dibuktikan dengan beberapa hal berikut:
- Maqashid syari’ah melekat dan beriringan dengan nash al-Qur’an, as-Sunnah, serta qaul sahabat, seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. al-Baqarah: 185). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah, …” (HR. al-Bukhari). Para sahabat Rasul mengumpulkan al-Qur’an karena takut akan hilangnya dari para huffazh (penghafal al-Qur’an) karena banyak yang gugur dalam peperangan. Ini adalah salah satu bentuk hikmah dan kemaslahatan yang menjadi inti dalam nash-nash syar’i tersebut.
- Para ulama sudah berbicara tentang Qiyas sebelum dibukukannya dalam ushul fikih. Qiyas dibangun atas dasar illat, penguraian illat-illat hukum dan penjelasannya, mana yang boleh disebut illat dan mana yang tidak, serta cara mengidentifikasi illat dari hukum. Semuanya mengarah pada persoalan maqashidu syari’ (maksud syari’at Allah).
- Ketika para ulama berbicara persoalan fikih, maka tidak lepas dengan hikmah syari’at, yang merupakan inti dari maqashid syari’ah. [Muhammad Sa’ad bin Ahmad, Maqashidu asy-Syari’ah al-Islamiyah wa ‘Alaqatuha bi al-Adillah al-Syari’ah, hlm. 41-45].
baca juga: Cara Mengetahui Maqashid Syariat
Ilmu Maqashid Dalam Kitab Ulama
Fase ini adalah pemisahan ilmu Maqashid dengan cara menulis sebuah tajuk permasalahan yang sarat dengan ciri khas ilmu Maqashid, namun belum ditulis secara terpisah dalam sebuah ilmu tersendiri. Fase ini mulai pada masa imam al-Haramain sampai masa al-Izz bin Abdus Salam.
Dalam sejarahnya, tidak mudah menyebutkan siapa yang menggagas ilmu Maqashid sebagai bagian ilmu tersendiri, terlebih siapa yang pertama kali menyebutkan istilah maqashid asy-syari’ah atau siapa penggagasnya. Sebab harus menelaah sejumlah karya ulama, bahkan semuanya, dalam berbagai cabang-cabang syar’inya. Hanya saja, jika lebih kita cermati, di sana ada ulama yang mengambil peran besar dalam seni keilmuan ini.
Di antara ulama yang pertama memulai berbicara tentang maqashid dalam kitabnya adalah imam al-Haramain. Di dalam kitabnya, al-Burhan, beliau berbicara tentang maqashid syari’ah, meskipun hanya sebagai bantahan atau jawaban dari pembahasan dalam kitabnya. Kemudian imam al-Ghazali, membagi maqashid menjadi dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat dalam kitabnya al-Mahshul hingga sampai pada masa imam al-Izz bin Abdussalam beserta muridnya al-Qarafi dengan kitabnya Qawa’idu al-Ahkam fi Mashalihi al-Anam. Karya beliau ini mulai spesifik pada satu pembahasan yaitu seputar kemashlahatan syar’i. [Muhammad Sa’ad bin Ahmad, Maqashidu asy-Syari’ah al-Islamiyah wa ‘Alaqatuha bi al-Adillah al-Syari’ah, hlm. 47-55].
Pembukuan Ilmu Maqashid
Dalam fase ini, ilmu Maqashid mulai disusun dalam sebuah buku, dijelaskan hakekatnya, macam-macamnya, kaidahnya dan lain sebagainya. Dimulai pada masa al-Izz bin Abdus Salam, kemudian Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, sampai masa imam asy-Syatibi.
Muhammad al-Yubi berkata, “Saya tidak melihat ulama yang membahas sebuah pembahasan tersendiri seputar maqashid asy-syari’ah setelah imam asy-Syatibi kecuali Ibnu ‘Asyur. Beliau menyusun kitabnya berjudul Maqashidu asy-Syari’ah al-Islamiyah. Beliau menggagas pembahasan baru, yaitu seputar maqashid al-‘ammah dan maqashid al-khasshah. Kemudian imam ‘Ilal al-Fasy, menulis kitab berjudul Maqashid asy-Syari’ah al-Islamiyyah wa Makarimuha.” [Muhammad Sa’ad bin Ahmad, Maqashidu asy-Syari’ah al-Islamiyah wa ‘Alaqatuha bi al-Adillah al-Syari’ah, hlm. 70-71].