Ahkamul Ahillah Wal Atsar Al-Mutarattabatu Alaiha adalah salah satu kitab yang ditulis oleh Ahmad bin Abdullah Al-Farih ..
Salah satu keistimewaan umat Islam adalah menggunakan kalender Hijriyyah dalam perhitungan bulan, tidak menggunakan kalender Masehi seperti umat yang lain pada umumnya.
Pasalnya dalam bulan Hijiyyah tidak sekedar menghitung tanggal semata, namun lebih dari itu. Beberapa syariat Islam sangat tergantung pada penetapan bulan Hijriyyah, baik dalam persoalan fikih, mu’amalat, ibadah dan lain sebagainya. Sehingga pembahasan tentang hilal kerap menjadi topik hangat di tengah masyarakat.
Dengan motivasi inilah Ahmad bin Abdullah al-Farih menulis sebuah kitab dan sekaligus menjadi risalah Magisternya di salah satu Universitas Arab Saudi yang diberi berjudul Ahkamul Ahillah wal Atsar al-Mutarattabatu ‘Alaiha, diterbitkan oleh Dar Ibnu Jauzi tahun 1429 H.
Sebenarnya pembahasan ini banyak didapatkan dari berbagai literatur dan situs Islam, hanya saja belum ada ulama yang menyusun sebuah pembahasan lengkap tentang hilal dalam satu kitab dan tersusun secara sistematis. Ini juga menjadi salah satu motivasi bagi penulis untuk menyusun kitab tersebut.
Dalam kitab ini penulis berupaya menggunakan metode penulisan yang baik dan rapi agar maksud dan tujuan dari berbagai persoalan di dalamnya dapat tersampaikan pada pembaca. Penulis juga menyertakan dalil dalam setiap pembahasan dan pendapat para ulama, ia menyebutkan siapa yang menyatakan pendapat tersebut serta menyertakan sumber aslinya.
Dalil-dalil dijelaskan dengan detail, dari wajhul istidlalnya, diskusinya, sanggahan dan disebutkan pendapat yang rajih beserta alasannya. Bahkan penulis menyebutkan hal-hal baru yang terjadi hari ini terkait dengan perkembangan hilal.
Penulis mengawali kitab ini dengan pendahuluan yang cukup menarik, yaitu terdiri dari enam pembahasan. Pertama, pengertian hilal secara bahasa dan istilah. Kedua, menjelaskan beberapa syariat yang berpengaruh dengan terlihat atau tidaknya hilal, baik syariat umat Nabi Muhammad maupun umat sebelumnya. Ketiga, menyebutkan doa-doa yang ma’tsur saat melihat hilal, penulis tidak menjelaskan secara panjang dan lebar, seandainya ia melengkapi pembahasan ini dengan keterangan hadits beserta kedudukannya maka pembahasan ke tiga ini akan lebih menarik. Keempat, menjelaskan perbedaan bulan Hijriyyah dan bulan Masehi serta menyebutkan keutamaan dari masing-masing bulan tersebut. Kelima, penulis menyebutkan perbedaan hilal menurut ahli syar’i dan ahli ilmu falak, dalam pembahasan ini juga dijelaskan bahwa secara syar’i hilal dilihat setelah terbenamnya matahari. Keenam, beliau menutup pendahuluan dengan menyebutkan hikmah-hikmah diciptakannya hilal.
Setelah menyampaikan pendahuluan penulis mulai menyebutkan pasal demi pasal pada ahkamul ahillah. Mencangkup penjelasan pengaruh hilal dalam penentuan awal bulan, penulis menyebutkan cara-cara menetapkan hilal yang di antaranya adalah dengan ru’yah, lalu disambung dengan penjelasan ru’yah dengan mata, ru’yah oleh satu maupun dua orang yang adil dan semua penjelasan tersebut penulis sertakan dalil dan keterangannya.
Kemudian menyebutkan cara penetapan hilal dengan menggenapkan umur bulan, termasuk penjelasan bila kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk melihat hilal dengan mata telanjang. Baru kemudian menyebutkan cara ketiga dalam penetapan hilal yaitu dengan metode hisab. Terkait pembahasan ini penulis juga menjelaskan bagaimanakah metode hisab itu, apa perbedaan antara ilmu hisab dengan perbintangan, hukum melihat hilal dengan hisab, dan penulis juga menyebutkan dalil pendapat yang melarang melihat hilal dengan metode hisab serta menyebutkan ijma’ para ulama dalam hal ini.
Setelah itu penulis memulai dengan pembahasan baru, yaitu tentang ikhtilaful mathali’ dan wihdatu mathla’, tentunya tidak luput dari penjabaran dalil beserta tarjihnya.
Kemudian menyebutkan hal-hal yang berkaitan dengan ru’yah, seperti kondisi tidak memungkinkan dilakukan ru’yah atau sebaliknya, penulis juga menjelaskan peran seorang imam dan media dalam hal ini, hubungan gerhana dengan ru’yatul hilal, waktu ru’yah, ketika langit mulai mendung, dan menjelaskan tentang ajakan untuk melihat hilal.
Pada pasal selanjutnya penulis menjelaskan pengaruh hilal dalam hukum-hukum syar’i, seperti pengaruh hilal dalam fikih ibadah, pengaruh hilal dalam fikih usrah, pengaruh hilal dalam fikih mu’amalat, dan pengaruh hilal dalam fikih sumpah, nadzar maupun kafarat.
Sebagai pelengkap ahkamul ahillah, penulis juga menjelaskan metode penentuan hilal yang berlaku di Arab Saudi. Tentunya semua yang disajikan oleh penulis disertakan dalil serta penjelasan dan kedudukannya. Penulis menutup kitabnya dengan ringkasan-ringkasan penting berbentuk point, sehingga memudahkan pembaca untuk mengulangi apa yang telah dijelaskan dari awal hingga akhir. Wallahu a’lam. [] (Diterjemahkan secara ringkas dari situs http://www.dorar.net/article/86)