• Latest
  • Trending
  • All
  • Fikih Nisa
  • Kaidah Fikih
  • Syarh Matan
Ilmu Waris, Warisan Yang Mulai Hilang

Ilmu Waris, Warisan yang Mulai Hilang

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 1)

Penghinaan terhadap Rasulullah (bagian 2)

Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah-Hujjahnet

Al-Aswad Bin Yazid Perawi Hadits Ahli Ibadah

Abdullah bin Mubarak-Hujjahnet

Abdullah bin Mubarak Penghulu Para Ulama

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah-Hujjahnet

Bazar Amal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui-Hujjahnet

Keistimewaan Bulan Dzullhijjah yang Perlu Diketahui

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging-Hujjahnet

Udhiyah Bukan Sekedar Pesta Daging

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Udhiyah

Syarat Sah Hewan Udhiyah-Hujjahnet

Syarat Sah Hewan Udhiyah

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu-Hujjahnet

Burung Hud-Hud, Hukuman, dan Ilmu

Udhiyah dalam Syariat Islam-Hujjahnet

Udhiyah Dalam Syariat Islam

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks
Thursday, March 4, 2021
hujjah.net
Advertisement
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur
hujjah.net

Beranda » Uncategorized » Ilmu Waris, Warisan yang Mulai Hilang

Ilmu Waris, Warisan yang Mulai Hilang

Reading Time: 4min read
0 0
A A
0
Ilmu Waris, Warisan Yang Mulai Hilang
0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Urusan harta warisan bukanlah masalah sepele. Akibat berebut warisan, saudara kandung bisa saling bermusuhan, bertikai, saling menggugat di pengadilan dan bahkan saling bunuh. Sangat logis jika islam mngatur perosalan waris dan menjadikannya satu disiplin ilmu tersendiri. Jika maslaah kebersihan badan saja Islam memberikan perhatian, apalagi urusan harta yang bisa menyangkut nyawa seperti warisan.

Jika Islam tidak mengatur masalah warisan, ada dua kemungkinan yang akan terjadi; perebutan waris akan diselesaikan dengan hukum buatan manusia atau ahli waris akan berebut dan menggunakan hukum rimba; Siapa kuat dialah yang menang. Bukankah ada kemungkinan semua pihak tidak menginnginkan harta warisan atau rela membagi rata? Benar. Kondisi itu mungkin sja terjadi jika jumlah warisan kecil. Jika jumlah warisannya besar, hampir mustahil bisa dibagi tanpa ada penengah atau setiap pihak merelakan dibagi rata. Dan kalaupun ada, akan sangat kasusistik dan kecil presentasinya. Ini terbukti secara faktual. Harta warisan boleh dikata harta gratisan yang bisa didapat langsung tanpa bersusah payah. Bukankah sangat tidak mustahil jika manusia memperebutkannya?

Oleh karenanya, Islam mengatur pembagian warisan agar manusia memiliki landasan hukum waris yang kuat. Landasan hukum yang berasal dari wahyu, dari Dzat yang paling adil. Dzat yang mengetahui perubahan zaman, watak manusia dan bahkan takdir manusia. Jadi, pembagian warisan menurut al Quran adalah yang paling adil. Lebih dari itu, alhamdulillah, Allah menurunkan pembagiannya langsung dengan wahyu, bukan ayat yang bersifat global lalu ditafsirkan. Syariat waris diturunkan secara detail dan diturunkan setelah umat islam cukup stabil pasca ditaklukkannya Makkah.

Ilmu Yang Pertama Hilang

Hukum waris atau dalam islam disebut ilmu Faraidh atau ilmu mawarits merupakan satu kajian wajib dalam fikih. Setiap kitab fikih yang lengkap, hampir pasti mengulas persoalan waris. Secara tulisan, ilmu mawarits abadi bersama tulisan para ulama fikih, salaf maupun khalaf. Namun sayangnya, secara pengamalan, ilmu mawarits tetaplah seperti prediksi Nabi SAW; menjadi ilmu yang pertama hilang dan tidak diamalkan.

Dari A’raj radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda yanga rtinya,”Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku”. (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)

Rasulullah SAW bersabda yang artinya,”Pelajarilah Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang-orang. Dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkan kepada orang-orang. Karena Aku hanya manusia yang akan meninggal. Dan ilmu waris akan dicabut lalu fitnah menyebar, sampai-sampai ada dua orang yang berseteru dalam masalah warisan namun tidak menemukan orang yang bisa menjawabnya”. (HR. Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)

Dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu beliau berkata, “Pelajarilah ilmu faraidh sebagaimana kalian mempelajari Al-Quran”. (HR. Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)

Diabaikan lalu ditinggalkan

Dan bagaimana ilmu waris dicabut?

Hukum waris dicabut oleh lisan-lisan dan kekuasaan yang tidak setuju dengan hukum Allah. akibat prppaganda mereka, umat bingung dan akhirnya meninggalkan hukum waris dalam islam.

Munawir Syadzali, Menteri Agama periode tahun 1983-1992, mencoba mempropagandakan gagasan reaktualisasi hukum Islam dengan menyatakan hukum waris Islam tak lagi relevan. Pembagian 2;1 untuk laki-laki dibanding perempuan dinilai tidak cocok diterapkan di masa itu. Contoh kasus yang dibawa adalah kondisi perempuan Solo yang lebih banyak bekerja di pasar klewer sementara suaminya di rumah bermain kutilang.

Di berbagi ceramah, Munawir menyebarkan gagasannya agar diterima masyarakat untuk kemudian bisa dimasukkan dalam kompilasi Hukum Islam. Kontroversi pun menghangat. Para ulama yang tidak setuju mulai mengirimkan tulisan di berbagai media , menyanggah pendapat Munawir. Meskipun gagasan munawir tak dimasukkan ke dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam), namun propagandanya telah berhasiol memengaruhi banyak orang. Banyak yang berpendapat bahwa memang warisan harus dibagi secara adil dan merata, tidak mempertimbangkan gender tapi peran dalam keluarga.

Syeikh Ismail Muqoddim menyebutkan bahwa pertama kali yang melontarkan ide penyamaan jatah waris laki-laki dan perempuan adalah Negara Turki pada masa Musthofa Kamal At Taturk, yaitu dengan jalan mengganti  Hukum Syareat dengan Hukum Swedia. Kemudian kesesatan ini berpindah ke Tunis melalui tangan Burqaibah, kemudian ke Somalia. Bahkan pemimpin Somalia Ziyad Barri pada tahun 21 Oktober 1970 mengumumakan lewat siaran radio bahwa pemerintahannya telah memeluk aliran Marxis Lenin. Setelah itu, dia mengatakan di dalam koran resmi : “Dahulu kami mendengar pendapat yang mengatakan bahwa jatah warisan ada yang seperempat, sepertiga, seperlima, dan seperenam, tapi kita mengatakan : “sesungguhnya itu semua sudah tidak ada sejak hari ini, yang ada bahwa anak laki-laki dan perempuan sama jatahnya di dalam warisan.” (Koran ” Somaliyah ” 13/1/1974 , lihat Ismail Muqoddim,  Audatul Hijab, Kairo, Darul al Shoffah, 199, cet. XIII 2/138. Dikutip dari arrahmah.com)

Sebagian umat yang lain masih bersikukuh membagi wrisan berdasarkan hukum adat. Parahnya, hukum adat biasanya tidak memiliki latar belakang historis yang tertulis. Hanya mengandalkan ucapan lisan generasi sebelumnya yang tentu saja berpeluang besar berubah, terkurangi atau ditambah sendiri. Ketidakadilan akan lebih terasa di sini daripada pembagian warisan berdasarkan hukum positif. Menurut adat Minangkabau, yang berhak mendapat warisan adalah keturunan perempuan saja. Adapun laki-laki tidak berhak mendapatkannya. Sayangnya, tidak sedikit umat islam yang justru tunduk pada hukum adat dan merasa bahwa pembagian waris dalam islam sulit.

Demikianlah kronologi hilangnya hukum waris. Maka benarlah saran Umar bin Khattab agar kita mempelajari faradih dan mengamalkanya sebagaimana mempelajari al Quran. Lihat saja, semakin hari, para penghafal al Quran semakin bertambah. Bahkan kini, anak-anak kecil sudah banyak yang hafal al Quran 30 juz. Tapi siapakah yang berani menyelesaikan hukum waris saat ada muslim yang meninggal?

Padahal, menyelesaikan warisan secara Islam sangatlah mudah. Hari ini, bahkan aplikasi perhitungan waris sesuai Islam sudah ada. Tinggal memasukkan jumlah harta warisan dan penerimanya, maka akan keluar jatah bagian masing-masing yang telah disesuaikan dengan hukum Islam. Memang, masih ada berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut mengenai harta-harta yang ditinngalkan mayit, tapi dengana danya internet, bertanya apda ahli ilmu di hari ini bukanlah hal yang sulit. Tidak ada alsan sama sekali umat islam enggan membagi warisan berdasarkan al Quran. Wallahua’lam. (taufik anwar).

Tags: fikihhujjahmajalah fikihmajalah hujjahrealita
ShareTweet

Related Posts

iklan rokok
Uncategorized

Iklan Rokok, Kreatif Atau Menipu?

0
fatwa merokok yang sering diabaikan
Uncategorized

Fatwa Rokok, Fatwa Yang Diabaikan

0
berjualan di masjid
Uncategorized

Berjualan di Lantai Bawah Masjid

0
barmaqashid harus dengan dalil
Uncategorized

Bermaqashid Harus dengan Dalil

0

quote

facebook

facebook
hujjah.net

Copyright © 2019 hujjah.net.

Navigasi

  • Tentang Hujjah
  • Kontak Kami
  • Privasi
  • Indeks

Sosial Media Kami

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Khas
  • Ilmu Fikih
    • Kaidah Fikih
    • Ushul Fikih
    • Maqashid Syariah
    • Syarh Matan
    • Hikmah
    • Ulama Fikih
  • Fikih Keluarga
    • Fikih Nisa
    • Usrah
    • Muasyarah
  • Kontroversial
    • Fikih Nazilah
    • Syubhat
    • Kontroversi Fikih
    • Tarjih
  • Tanya Jawab
    • Tanya Jawab Ibadah
    • Tanya Jawab Muamalah
    • Fatwa
    • Fikih Dalil
  • Fikih Muamalah
  • Makalah
  • Resensi
  • Khutbah Jumat
  • Tadabbur

Copyright © 2019 hujjah.net.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In